konten 1
konten 2
konten 3

Kamis, 04 Desember 2014

Materi Bercerita



BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Di Inggris konon pernah diadakan penyebaran angket kepada orang-orang dewasa. Kepada mereka ditanyakan pada saat apa mereka benar-benar merasa bahagia di masa kanak-kanak dulu. Jawaban mereka : “Pada saat orang tua mereka membacakan buku atau Cerita” Apabila pertanyaan yang sama diajukan kepada orang-orang dewasa di Indonesia, kiranya jawaban tak akan jauh berbeda. Bahkan, khusus mengenai cerita, sampai orang dewasapun masih tetap menggemarinya. Tengoklah obrolan  juga akan semakin ‘renyah’ bila saling bercerita dengan penuh semangat. Semua orang tak pandang usia, menyukainya.
Bercerita adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia. Bahkan dalam teks kitab sucipun banyak berisi cerita-cerita. Tuhan mendidik jiwa manusia menuju keimanan dan kebersihan rohani, dengan mengajak manusia berfikir dan merenung, menghayati dan meresapi pesan-pesan moral yang terdapat dalam kitab suci, Beliau mengetahui akan jiwa manusia, mengetuk hati manusia antara lain dengan cerita-cerita. Karena metode ini sangat efektif untuk mempengaruhi jiwa anak-anak. Mengapa metode cerita ini efektif? jawabannya tidak sulit.
Pertama, cerita pada umumnya lebih berkesan daripada nasehat murni, sehingga pada umumnya cerita terekam jauh lebih kuat dalam memori manusia. Cerita-cerita yang kita dengar dimasa kecil masih bisa kita ingat secara utuh selama berpuluh-puluh tahun kemudian. Kedua, melalui cerita manuasi diajar untuk mengambil hikmah tanpa merasa digurui. Memang harus diakui, sering kali hati kita tidak merasa nyaman bila harus diceramahi dengan segerobak nasehat yang berkepanjangan.
Ada suatu ungkapan ”Seorang  Guru yang tidak bisa bercerita, ibarat orang yang hidup tanpa kepala”. Betapa tidak, bagi para pengasuh anak-anak (guru, tutor) keahian bercerita merupakan salah satu kemampuan yang wajib dikuasai. Melalui metode bercerita inilah para pengasuh mampu menularkan pengetahuan dan menanamkan nilai budi pekerti luhur secara efektif, dan anak-anak menerimanya dengan senang hati. Pada saat ini begitu banyak cerita yang tersebar, namun masih jarang tulisan dari para praktisi ahli cerita , yang mampu mengarahkan secara khusus untuk ditujukan kepada anak-anak usia dini, sehingga penceritaan yang disampaikan kurang mengena. Apalagi model cerita yang secara khusus didasarkan pada material kurikulum pengajaran di TPA/KB/RA/BA/TK yang berlaku. Padahal panduan praktis semacam ini sangat dibutuhkan oleh tenaga pendidik di seluruh Nusantara. Pada umumnya mereka masih terbatas pengetahuannya tentang metode bercerita. Tulisan ini kami susun dengan maksud agar menjadi salah satu bahan pengayaan ketrampilan mendidik anak, bagi para pendidik anak usia dini dalam kegiatan kepengasuhan yang mereka lakukan. Maka dari itu, pembuatan makalah ini di tujukan agar para guru atau pendidik dapat bercerita kepada muridnya, serta anak didik dapat bercerita dengan baik dan benar.
1.2     Rumusan Masalah
1.2.1   Apa yang dimaksud dengan bercerita?
1.2.2   Bagaimana metode-metode bercerita?
1.2.3   Apa saja ciri-ciri bercerita, teknik bercerita, dan manfaat bercerita?
1.2.4   Bagaimana persiapan bercerita dan cara bercerita?
1.2.5   Bagaimana karakter pendengar?
1.2.6   Apa sajakah media dan alat untuk bercerita?

1.3     Tujuan Pembahasan
1.3.1   Dapat memahami apa yang dimaksud dengan bercerita
1.3.2   Dapat mengetahui metode-metode bercerita
1.3.3   Dapat memahami ciri-ciri, teknik, serta manfaat bercerita
1.3.4   Dapat mengetahui persiapan sebelum bercerita dan cara bercerita
1.3.5   Dapat memahami karakter-karakter pendengar
1.3.6   Dapat mengetahui media dan alat untuk bercerita



1.4     Manfaat Pembahasan
Manfaat dari penulisan makalah bercerita diantaranya untuk para pembaca dapat memahami dan menambah informasi tentang bercerita yang baik dan benar. Serta dapat menerapkan metode dan teknik bercerita yang efektif.


























BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Pengertian Bercerita
Bercerita adalah kegiatan yang sering kalian lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bercerita dapat berupa menceritakan aktivitas, pengalaman maupun isi suatu cerita. Sebuah cerita yang diceritakan dengan menarik dan lucu, tentu akan mampu menarik perhatian pendengarnya. Dapat menggunakan berbagai media untuk mengekspresikan cerita yang dibawakan. Media tersebut dapat berupa penggunaan boneka maupun peralatan lainya. Bercerita dengan alat peraga bisa dilakukan dengan cara membacakan buku cerita bergambar sambil memainkan boneka, foto-foto, potongan-potongan gambar, atau adegan fragmen. Alat peraga yang berupa foto-foto atau potongan-potongan gambar harus kalian pilih yang mengandung pokok cerita. Dari situlah kalian bisa mengembangkan menjadi cerita yang utuh.
2.2     Metode Bercerita
Metode bercerita berarti penyampaian cerita dengan cara bertutur. Yang membedakan antara bercerita dengan metode penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya. Sebagaimana phantomin yang lebih menonjolkan gerak dan mimik, operet yang lebih menonjolkan musik dan nyanyian, puisi dan deklamasi yang lebih menonjolkan syair, sandiwara yang lebih menonjol pada permainan peran oleh para pelakunya, atau monolog (teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. Jadi tegasnya metode bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan aspek teknis yang lainnya.
2.3     Ciri-ciri Bercerita
a.       Menyampaikan cerita secara lisan
b.      Dapat menggunaan alat yang menarik
c.       Bentuk dan jenis cerita ringkas mudah dipahami
d.      Menceritakan pengalaman pribadi, menyampaikan cerita yang telah dibaca dan lainnya
e.       Persediaan ruang dan suasana kelas yang kondusif

2.4     Persiapan Bercerita
Sebelum bercerita kita perlu mencari informasi tentang cerita yang akan kita buat. Informasi ini berfungsi untuk pemahaman konsep bagi pencerita dan sebagai bahan untuk menceritakan cerita yang dibuat. Pencerita dapat mencari informasi yang berkaitan dengan asal-usul, manfaat atau pendapat orang lain hal yang akan diceritakan. Semakin banyak informasi yang didapatkan akan semakin baik untuk penyusunan cerita tersebut.
Hal pertama yang harus dilaukan adalah Mengkondisikan anak : Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Diantaranya dengan cara-cara sebagai berikut:
a.         Aneka tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk tenang, anak sholeh dan lain-lain. Contoh; Jika aku (tepuk 3x) sudah duduk (tepuk 3x) maka aku (tepuk 3x) harus tenang (tepuk 3x) sst…sst..sst…
b.        Simulasi kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke dalam saku, kemudian seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian mengunci mulut dengan kunci tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke dalam saku
c.         “Lomba duduk tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun selama berlangsungnya cerita. Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak, Apabila cara pengucapannya dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan melakukannya dengan sungguh-sungguh pula.
d.        Tata tertib cerita, sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturan selama mendengarkan cerita, misalnya; tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh menebak/komentari cerita, tidak boleh mengobrol dan mengganggu kawannya dengan berteriak dan memukul meja. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak-anak agar tidak melakukan aktifitas yang mengganggu jalannya cerita
e.         Ikrar, Pendidik mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selama mendengar cerita, contoh: Ikrar..! Selama cerita, Kami berjanji 1. Akan duduk rapi dan tenang 2. Akan mendengarkan cerita dengan baik
f.         Siapkan hadiah. Secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah mendorong untuk anak-anak untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak bermain dan berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti makanan, binatang kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada anak, tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita, seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.
Bagi pendidik harus memahami terlebih dahulu tentang cerita apa yang hendak disampaikannya, tentu saja disesuaikan dengan karakteristik anak-anak usia dini. Agar dapat bercerita dengan tepat, pendidik harus mempertimbangkan materi ceritanya. Pemilihan cerita antara lain ditentukan oleh :
1.      Pemilihan Tema dan judul yang tepat Bagaimana cara memilih tema cerita yang tepat berdasarkan usia anak? Seorang pakar psikologi pendidikan bernama Charles Buhler mengatakan bahwa anak hidup dalam alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang fantastis, aneh, yang membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi anak-anak, hal-hal yang menarik, berbeda pada setiap tingkat usia, misalnya:
a.       Sampai ada usia 4 tahun, anak menyukai dongeng fabel dan horor, seperti Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing Gi as, anak nakal tersesat di hutan rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan sebagainya.
b.      Pada usia 4-8 tahun, anak-anak menyukai dongeng jenaka, tokoh pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan, seperti; Perjalanan ke planet Biru, Robot pintar, Anak yang rakus dan sebagainya.
c.       Pada usia 8-12 tahun, anak-anak menyukai dongeng petualangan fantastis rasional (sage), seperti: Persahabatan si Pintar dan si Pikun, Karni Juara menyanyi dan sebagainya.
2.      Waktu Penyajian Dengan mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang konsentrasi dan daya tangkap anak, maka para ahli dongeng menyimpulkan sebagai berikut
a.       Sampai usia 4 tahun, waktu cerita hingga 7 menit
b.      Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga 10 -15 menit
c.       Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga 25 menit Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih panjang, apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh penampilan pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan humoris.
3.      Suasana (situasi dan kondisi) Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau akan berlangsung, seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang tahun, pisah sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi, program sosial dan lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik dituntut untuk memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan suasana. Jadi selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan satu atau beberapa cerita untuk segala suasana.

2.5     Karakter Pendengar
Sebelum menceritakan sebuah cerita terlebih dahulu pencerita harus mengenal karakteristik belajar penerima cerita, adapun karakteristik tersebut meliputi:
a.       Karakter Visual
Penerima cerita yang memiliki karakter visual memiliki ciri-ciri apabila dia menjawab pertanyaan atau menjelaskan sesuatu lebih condong pada apa yang mereka lihat.
Contoh : Saya menyukai pergi ke gunung karena pemandangan di sana sangat indah.
b.      Karakter Auditori
Penerima cerita yang memiliki karakter auditori memiliki ciri-ciri apabila dia menjawab pertanyaan atau menjelaskan sesuatu lebih condong pada apa yang mereka dengar.
Contoh : Saya menyukai pergi ke gunung karena di sana banyak suara kicau burung yang merdu.
c.       Karakter Kinestetik
Penerima cerita yang memiliki karakter kinestetik memiliki ciri-ciri apabila dia menjawab pertanyaan atau menjelaskan sesuatu lebih condong pada apa yang mereka rasakan atau hal yang mereka lakukan.
Contoh : Saya menyukai pergi ke gunung karena suasananya yang tenang.
Cara untuk mengetahui karaktristik penerima cerita adalah dengan memberikan pertanyaan “Apa yang kamu pilih jika harus berlibur ke gunung atau ke laut?” kemudian pencerita memberikan pertanyaan susulan”Mengapa kamu menjawab memilih berlibur ke …. (sesuai jawaban siswa)?” Melalui alasan yang dikemukakan penerima cerita kita dapat mengetahui karakterisrik belajar yang dimiliki penerima cerita.
         
2.6     Teknik Bercerita
Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita, baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi. Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai berikut :
a.       Narasi
b.      Dialog
c.       Ekspresi (terutama mimik muka)
d.      Visualisasi gerak/Peragaan (acting)
e.       Ilustrasi suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim
f.        Media/alat peraga (bila ada)
g.      Teknis ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
Teknik bercerita secara umum adalah:
a.       Menggunakan kata-kata yang komunikatif (tidak kaku). Jika mungkin, menggunakan kata-kata baku yang sedang trend agar tercipta hubungan yang dekat dengan pendengar.
b.      Mengucapkan huruf, kata, dan kalimat dengan lafal yang tepat agar pendengar lebih mudah memahami isi cerita.
c.       Memerhatikan intonasi kalimat. Intonasi adalah naik turunnya lagukalimat yang berfungsi membentuk makna kalimat. Dengan intonasi yang tepat, pendengar dapat membedakan pengucapan kalimat untuk nada sedih, marah, gembira, dan sebagainya.
d.      Mengucapkan kalimat dengan jeda yang tepat. Jeda adalah perhentian lagu kalimat. Jeda berfungsi untuk menandai batas-batas satuan kalimat.
e.       Memerhatikan nada, yaitu tekanan tinggi rendahnya pengucapan suatu kata. Dalam hal ini, intonasi berfungsi untuk memberi tekanan khusus pada kata-kata tertentu. Tinggi-rendahnya nada dapat membedakan bagian kalimat yang satu dengan bagian kalimat lain yang tidak penting. 
f.       Penerapan gesture dan mimik yang tepat. Gesture adalah peniruandengan gerak-gerik anggota badan, sedangkan mimik dalam peniruan gerakan raut muka. Penguasaan gesture dan mimik dapat dilakukan dengan meniru gerakan orang tertawa, menangis, melompat, menyumpit, berteriak, dan sebagainya.

Setelah memahami teknik-teknik bercerita, kamu dapat menggunakan cerita rakyat dari Kalimantan yang berjudul Anggrek Hitam untuk Domia pada halaman depan untuk latihan bercerita. Sebelumnya, perhatikan tanda- tanda intonasi dan jeda pada pengucapan sebuah kalimat berikut.
1.      Tanda / untuk intonasi tinggi.
2.      Tanda \ untuk intonasi rendah.
3.      Tanda | untuk jeda sebagai tanda henti sementara.
4.      Tanda // untuk jeda akhir.
Melalui pemahaman tentang karakter belajar penerima cerita, pencerita dapat menentukan teknik berceritanya. Teknik bercerita diperlukan agar tujuan cerita dicapai dengan efektif dan seefisien mungkin. Kunci dari keberhasilan dari teknik bercerita adalah ksungguhan pencerita dalam mendeskripsikan ceritanya. Adapun teknik dalam bercerita tersebut yaitu.:
a.         Bercerita Auditori
Pada teknik bercerita auditori pencerita  menceritakan sebuah cerita dengan kecenderungan tentang apa yang mereka dengar. Pencerita lebih banyak menceritakan tentang suara atau bunyi dari hal yang diceritakan. Contoh : Sebuah mobil melaju cepat dengan suara yang nyaris tak terdengar, whusss ….(guru menirukan suara yang dihasilkan dari mobil tersebut).
b.        Bercerita Visual
Pada teknik bercerita auditori pencerita menceritakan sebuah cerita dengan kecenderungan tentang apa yang mereka dengar. Guru lebih banyak menceritakan tentang pemandangan dari hal yang diceritakan. Contoh : Sebuah mobil melaju cepat dengan kecepatan yang hampir tak terlihat oleh mata, slaapp …. (guru mengayunkan telapak tanganya dengan cepat di udara)
c.         Bercerita Kinestetik
Pada teknik bercerita kinestetik penceritab menceritakan sebuah cerita dengan kecenderungan tentang apa yang mereka rasakan atau lakukan. Guru lebih banyak menceritakan kegiatan, proses atau perasaan hal yang diceritakan. Pada teknik ini guru memerlukan teknik pengekspresian dan pengkarakteran tokoh yang lebih matang dibandingkan dua teknik sebelumnya. Contoh : Sebuah mobil melaju cepat, dan membuat jantungku derdetak keras seketika.deg deg deg ….(guru menyentuh dadanya sambil berekspresi kaget)
d.      Bercerita Campuran
Teknik bercerita campuran dilakukan apabila dalam suatu kelas terdapat berbagai macam karakter belajar. Pencerita secara bergantian menceritakan sebuah cerita dengan mrmperhatikan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan. Keberhasilan penggunaan teknik ini ditentukan oleh kemampuan pendeskripsian cerita dan pengekspresian yang dimiliki guru. Contoh : Sebuah mobil berwarna merah melaju sangat cepat dengan suara yang nyaris tak terdengar, whuss …. (guru menirukan susra yang dihasilkan mobil tersebut). Kejadian tersebut membuat kaget dan detak jantung yang semakin kencang, deg…deg…deg ….(guru menyentuh dadanya sambil berekspresi kaget). “Mobil berwarna merah” pada kalimat cerita contoh diatas ditujukan pada siswa dengan karakter belajar visual. “Suara yang nyaris tak terdengar, whuss ….” ditujukan pada siswa dengan karakter belajar auditori. Sedangkan pada bagian “Kejadian tersebut membuatku kaget dan detak jantung yang semakin kencang, deg …deg…deg” ditujukan pada siswa dengan kecenderungan belajar kinestetik.
Bercerita dengan memperhatikan tipe karakter belajar yang dimiliki siswa merupakan syarat utama dalam melakukan teknik bercerita. Pencerita dapat membawa penerima cerita menuju pada perubahan-perubahan sikap dari yang negatif menjadi positif. Frekuensi pencerita dalam melakukan teknik-teknik bercerita akan mempengaruhi kemahiran guru dalam melaksanakan metode bercerita. Teknik bercerita yang baik perlu memperhatikan 7 jenis kecerdasan anak yaitu kecerdasan linguistic, kecerdasan logika-matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intra personal dan kecerdasan naturalis (Amstrong,2003:10-14). Hal tesebut menunjukkan bahwa guru perlu memperhatikan karakter siswa sebelum bercerita.
1.      Teknik Membuka Cerita
Teknik membuka Cerita ”Kesan pertama begitu menggoda selanjutnya ….terserah anda”, Kalimat yang mengingatkan kita pada salah satu produk yang diiklankan. Hal ini mengingatkan pula betapa pentingnya membuka suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat? Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat, diantaranya dapat dilakukan dengan:
a.       Pernyataan kesiapan : “Anak-anak, hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.
b.      Potongan cerita: “Pernahkah kalian mendengar, kisah tentang seorang anak yang terjebak di tengah banjir?, kemudian terdampar di tepi pantai…?”
c.       Sinopsis (ringkasan cerita), layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru hari ini adalah cerita tentang “seorang anak kecil pemberani, yang bertempur melawan raja gagah perkasa perkasa ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama !
d.      Munculkan Tokoh dan Visualisasi “ dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama adalah seorang anak yang jago main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA. HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang guru yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.
e.       Pijakan (setting) tempat “Di sebuah desa yang makmur…”, “Di pinggir pantai..” “Di tengah Hutan…” “Ada sebuah kerajaan yang bernama ..” “Di sebuah Pesantren…” dan lain-lain.
f.       Pijakan (setting) waktu, “Jaman dahulu kala…” “Jaman pemerintahan raja mataram …” ”Tahun 2045 terjadi sebuah tabrakan komet…” “Pada suatu malam…” “Suatu hari…” dan lain-lain.
g.      Ekspresi emosi: Adegan orang marah, menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain. h. Musik & Nyanyian “Di sebuah negeri angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau ambillah sebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat pembuka sebuah cerita. i. Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat memulai cerita dengan memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan, suara aneka binatang, suara bedug, tembakan dan lain-lain.

2.      Menutup Cerita dan Evaluasi
a.       Tanya jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun ditinggalkan.
b.      Doa khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.
c.       Janji untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada guru!”
d.      Nyanyian yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun tradisional
e.       Menggambar salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini sangat baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.
3.      Penanganan Keadaan Darurat
Apabila saat bercerita terjadi keadaan yang mengganggu jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan melakukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan, dari kondisi yang buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib). Adapun kasus-kasus yang paling sering terjadi adalah:
a.       Anak menebak cerita. Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita.
b.      Anak mencari perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak mengulanginya.
c.       Anak mencari kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat.
d.      Anak gelisah. Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering melakukan kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada aktivitas bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
e.       Anak menunjukkan ke tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih tenang”
f.       Anak-anak kurang kompak. Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun yel-yel.
g.      Kurang taat pada aturan atau tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan sungguh-sungguh tata tertib kelas.
h.      Anak protes minta ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah ini, cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.
i.        Anak menangis. Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
j.        Anak berkelahi. Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan terpancing untuk menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita
k.      Ada tamu. Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya Suasana cerita sangat ditentukan oleh ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik antara pendidik dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian contoh yang sering muncul saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kreativitas pendidik.

2.7         Media dan Alat bercerita
Berdasarkan cara penyajiannya, bercerita dapat disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa alat peraga (dirrect story). Sedangkan bercerita dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga langsung (membawa contoh langsung:kucing dsb) maupun peraga tidak langsung (boneka, gambar, wayang dsb). Agar bercerita lebih menarik dan tidak membosankan, pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita, adakalanya mendongeng secara langsung, panggung boneka, papan flanel, slide, gambar seri, membacakan cerita dan sebagainya.sehingga kegiatan bercerita tidak menjemukan.
2.8         Cara Bercerita
Intonasi Suara dan Gerakan Mata adalah yang paing menentukan sukses tidaknya dalam bercerita. Bagaimana cara mengatur intonasi suara dan gerakan mata:
a.         Mengeluarkan suara yang cukup keras (tidak perlu berteriak) untuk dapat didengar oleh semua anak di kelas.
b.        Untuk menyajikan cerita secara dramatis maka harus betul-betul menguasai ceritanya sehingga tahu kapan anda harus menekankan kata-kata tertentu atau memperlihatkan mimik muka tertentu. Misalnya, jika sedang bercerita tentang seorang yang sedang berlari ketakutan, perlu ikut mempercepat suara anda dengan mimik muka yang tepat untuk menggambarkan kejadian tsb.
c.         Cara memperbesar atau memperkecil suara adalah sesuai dengan penjiwaan anda terhadap cerita tersebut. Jika itu tercapai maka mudah sekali menirukan suara-suara tertentu. Misalnya, suara anak kecil atau orang tua, suara orang memerintah atau suara lembut seorang ibu, suara orang ketakutan atau suara orang marah dan lainnya.
d.        Menujukan gerakan yang sesuai dengan cerita. Misalnya, jika bercerita tentang seorang yang sedang berbisik, anda perlu menirukan gaya orang yang sedang berbisik.
e.         Hal yang paling penting dalam bercerita adalah gerakan mata. Jangan sekali-sekali membiarkan mata menerawang ke angkasa. Tataplah mata anak-anak secara bergantian. Dengan tatapan mata ini dapat menguasai seluruh kelas.
Untuk dapat menguasai aspek-aspek keterampilan teknis dari penyajian cerita diatas, tentu membutuhkan persiapan yang matang. Selain itu, kemampuan dalam bercerita agar dapat memunculkan berbagai unsur diatas, dan tersaji secara padu, hanya dapat dikuasai dengan pengalaman dan latihan-latihan yang tekun. Bercerita memang salah satu bagian dari keterampilan mengajar. Sebagai sebuah keterampilan, penguasaannya tidak cukup hanya dengan memahami ilmunya secara teoritik saja. Yang lebih penting dari itu adalah keberanian dan ketekunan dalam mencobanya secara langsung. Itulah sebabnya, latihan-latihan tertentu yang rutin sangat dibutuhkan. Yang jelas, keterampilan teknis bercerita hanya dapat dikembangkan melalui latihan dan pengalaman praktek bercerita.
Ketika berbicara atau bercerita kepada anak di depan kelas, ingatlah bahwa suara dan mimik muka serta sorotan mata asangat menentukan apakah anda akan berhasil menarik perhatian mereka.

2.9     Manfaat Bercerita
Menurut para ahli pendidikan bercerita kepada anak-anak memiliki beberapa manfaat yang amat penting, yaitu:
a.       Membangun kedekatan emosional antara pendidik dengan anak
b.      Media penyampai pesan/nilai mora dan agama yang efektif
c.       Pendidikan imajinasi/fantasi
d.      Menyalurkan dan mengembangkan emosi
e.       Membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita
f.       Memberikan dan memperkaya pengalaman batin
g.      Sarana Hiburan dan penarik perhatian
h.      Menggugah minat baca
i.        Sarana membangun watak mulia











BAB III
PENUTUP

3.1         Simpulan
Bercerita merupakan penyampaian informasi yang berbentuk cerita. Hal yang disampaikan bisa berupa cerita yang telah dibaca kemudian diceritakan ataupun pengalaman pribadi. Ada banyak metode-metode yang digunakan dalam bercerita, bahwa metode bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan aspek teknis yang lainnya. Mempersiapkan diri sebelum bercerita dan mengetahui karakter pendengar juga perlu diperhatikan. Manfaat dari bercerita sangat bervariasi diantaranya membangun kedekatan emosional antara pendidik dengan anak, mendidikan imajinasi, menyalurkan dan mengembangkan emosi, membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita, memberikan dan memperkaya pengalaman batin , sarana hiburan dan penarik perhatian, menggugah minat baca, serta sarana membangun watak mulia. Cara bercerita yang menarik dapat menggunakan media atau alat-alat bantu seperti gambar, sehingga para pendengar dapat lebih mengerti apa yang diceritakan.

3.2         Saran
Kepada pencerita atau orang yang akan bercerita seharusnya lebih memperhatikan teknik-teknik yang efektif dalam bercerita. Mengondisikan audiens dan menarik perhatian pendengar sebelum bercerita serta diawal cerita harus diperhatikan.





























DAFTAR PUSTAKA

tanggal 15 November 2013 pukul 11:58 WIB
tanggal 15 November 2013 pukul 12:22 WIB
Tanggal 16 November pukul 11:40 WIB





Tidak ada komentar:

Posting Komentar