BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Di Inggris konon pernah diadakan
penyebaran angket kepada orang-orang dewasa. Kepada mereka ditanyakan pada saat
apa mereka benar-benar merasa bahagia di masa kanak-kanak dulu. Jawaban mereka
: “Pada saat orang tua mereka membacakan buku atau Cerita” Apabila pertanyaan
yang sama diajukan kepada orang-orang dewasa di Indonesia, kiranya jawaban tak
akan jauh berbeda. Bahkan, khusus mengenai cerita, sampai orang dewasapun masih
tetap menggemarinya. Tengoklah obrolan juga akan semakin ‘renyah’ bila saling
bercerita dengan penuh semangat. Semua orang tak pandang usia, menyukainya.
Bercerita
adalah metode komunikasi universal yang sangat berpengaruh kepada jiwa manusia.
Bahkan dalam teks kitab sucipun banyak berisi cerita-cerita. Tuhan mendidik
jiwa manusia menuju keimanan dan kebersihan rohani, dengan mengajak manusia
berfikir dan merenung, menghayati dan meresapi pesan-pesan moral yang terdapat
dalam kitab suci, Beliau mengetahui akan jiwa manusia, mengetuk hati manusia antara
lain dengan cerita-cerita. Karena metode ini sangat efektif untuk mempengaruhi
jiwa anak-anak. Mengapa metode cerita ini efektif? jawabannya tidak sulit.
Pertama,
cerita pada umumnya lebih berkesan daripada nasehat murni, sehingga pada
umumnya cerita terekam jauh lebih kuat dalam memori manusia. Cerita-cerita yang
kita dengar dimasa kecil masih bisa kita ingat secara utuh selama
berpuluh-puluh tahun kemudian. Kedua, melalui cerita manuasi diajar untuk
mengambil hikmah tanpa merasa digurui. Memang harus diakui, sering kali hati
kita tidak merasa nyaman bila harus diceramahi dengan segerobak nasehat yang
berkepanjangan.
Ada suatu ungkapan ”Seorang Guru yang tidak bisa bercerita, ibarat orang
yang hidup tanpa kepala”. Betapa tidak, bagi para pengasuh anak-anak (guru,
tutor) keahian bercerita merupakan salah satu kemampuan yang wajib dikuasai.
Melalui metode bercerita inilah para pengasuh mampu menularkan pengetahuan dan
menanamkan nilai budi pekerti luhur secara efektif, dan anak-anak menerimanya
dengan senang hati. Pada saat ini begitu banyak cerita yang tersebar, namun
masih jarang tulisan dari para praktisi ahli cerita , yang mampu mengarahkan
secara khusus untuk ditujukan kepada anak-anak usia dini, sehingga penceritaan
yang disampaikan kurang mengena. Apalagi model cerita yang secara khusus
didasarkan pada material kurikulum pengajaran di TPA/KB/RA/BA/TK yang berlaku.
Padahal panduan praktis semacam ini sangat dibutuhkan oleh tenaga pendidik di
seluruh Nusantara. Pada umumnya mereka masih terbatas pengetahuannya tentang
metode bercerita. Tulisan ini kami susun dengan maksud agar menjadi salah satu
bahan pengayaan ketrampilan mendidik anak, bagi para pendidik anak usia dini
dalam kegiatan kepengasuhan yang mereka lakukan. Maka dari itu, pembuatan
makalah ini di tujukan agar para guru atau pendidik dapat bercerita kepada
muridnya, serta anak didik dapat bercerita dengan baik dan benar.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan bercerita?
1.2.2 Bagaimana metode-metode bercerita?
1.2.3 Apa saja ciri-ciri bercerita, teknik
bercerita, dan manfaat bercerita?
1.2.4 Bagaimana persiapan bercerita dan cara
bercerita?
1.2.5 Bagaimana karakter pendengar?
1.2.6 Apa sajakah media dan alat untuk bercerita?
1.3 Tujuan
Pembahasan
1.3.1 Dapat memahami
apa yang dimaksud dengan bercerita
1.3.2 Dapat
mengetahui metode-metode bercerita
1.3.3 Dapat
memahami ciri-ciri, teknik, serta manfaat bercerita
1.3.4 Dapat
mengetahui persiapan sebelum bercerita dan cara bercerita
1.3.5 Dapat memahami
karakter-karakter pendengar
1.3.6 Dapat
mengetahui media dan alat untuk bercerita
1.4 Manfaat
Pembahasan
Manfaat
dari penulisan makalah bercerita diantaranya untuk para pembaca dapat memahami
dan menambah informasi tentang bercerita yang baik dan benar. Serta dapat
menerapkan metode dan teknik bercerita yang efektif.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Bercerita
Bercerita adalah
kegiatan yang sering kalian lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bercerita dapat berupa menceritakan aktivitas,
pengalaman maupun isi suatu cerita. Sebuah cerita yang diceritakan dengan menarik
dan lucu, tentu akan mampu menarik perhatian pendengarnya. Dapat menggunakan
berbagai media untuk mengekspresikan cerita yang dibawakan. Media tersebut
dapat berupa penggunaan boneka maupun peralatan lainya. Bercerita dengan alat
peraga bisa dilakukan dengan cara membacakan buku cerita bergambar sambil
memainkan boneka, foto-foto, potongan-potongan gambar, atau adegan fragmen. Alat
peraga yang berupa foto-foto atau potongan-potongan gambar harus kalian pilih
yang mengandung pokok cerita. Dari situlah kalian bisa mengembangkan menjadi
cerita yang utuh.
2.2 Metode Bercerita
Metode bercerita berarti penyampaian cerita
dengan cara bertutur. Yang membedakan antara bercerita dengan metode
penyampaian cerita lain adalah lebih menonjol aspek teknis penceritaan lainnya.
Sebagaimana phantomin yang lebih menonjolkan gerak dan mimik, operet yang lebih
menonjolkan musik dan nyanyian, puisi dan deklamasi yang lebih menonjolkan
syair, sandiwara yang lebih menonjol pada permainan peran oleh para pelakunya,
atau monolog (teater tunggal) yang mengoptimalkan semuanya. Jadi tegasnya
metode bercerita lebih menonjolkan penuturan lisan materi cerita dibandingkan
aspek teknis yang lainnya.
2.3
Ciri-ciri Bercerita
a. Menyampaikan
cerita secara lisan
b. Dapat
menggunaan alat yang menarik
c. Bentuk
dan jenis cerita ringkas mudah dipahami
d. Menceritakan
pengalaman pribadi, menyampaikan cerita yang telah dibaca dan lainnya
e. Persediaan
ruang dan suasana kelas yang kondusif
2.4 Persiapan
Bercerita
Sebelum
bercerita kita perlu mencari informasi tentang cerita yang akan kita buat.
Informasi ini berfungsi untuk pemahaman konsep bagi pencerita dan sebagai bahan
untuk menceritakan cerita yang dibuat. Pencerita dapat mencari informasi yang
berkaitan dengan asal-usul, manfaat atau pendapat orang lain hal yang akan
diceritakan. Semakin banyak informasi yang didapatkan akan semakin baik untuk
penyusunan cerita tersebut.
Hal pertama yang
harus dilaukan adalah Mengkondisikan
anak : Tertib merupakan prasyarat tercapainya tujuan bercerita. Suasana tertib
harus diciptakan sebelum dan selama anak-anak mendengarkan cerita. Diantaranya
dengan cara-cara sebagai berikut:
a.
Aneka
tepuk: seperti tepuk satu-dua, tepuk tenang, anak sholeh dan lain-lain. Contoh;
Jika aku (tepuk 3x) sudah duduk (tepuk 3x) maka aku (tepuk 3x) harus tenang
(tepuk 3x) sst…sst..sst…
b.
Simulasi
kunci mulut: Pendidik mengajak anak-anak memasukkan tangannya ke dalam saku,
kemudian seolah-olah mengambil kunci dari saku, kemudian mengunci mulut dengan
kunci tersebut, lalu kunci di masukkan kembali ke dalam saku
c.
“Lomba
duduk tenang”, Kalimat ini diucapkan sebelum cerita disampaikan, ataupun selama
berlangsungnya cerita. Teknik ini cukup efektif untuk menenangkan anak, Apabila
cara pengucapannya dengan bersungguh-sungguh, maka anak-anak pun akan
melakukannya dengan sungguh-sungguh pula.
d.
Tata
tertib cerita, sebelum bercerita pendidik menyampaikan aturan selama mendengarkan
cerita, misalnya; tidak boleh berjalan-jalan, tidak boleh menebak/komentari
cerita, tidak boleh mengobrol dan mengganggu kawannya dengan berteriak dan
memukul meja. Hal ini dilakukan untuk mencegah anak-anak agar tidak melakukan
aktifitas yang mengganggu jalannya cerita
e.
Ikrar,
Pendidik mengajak anak-anak untuk mengikrarkan janji selama mendengar cerita,
contoh: Ikrar..! Selama cerita, Kami berjanji 1. Akan duduk rapi dan tenang 2.
Akan mendengarkan cerita dengan baik
f.
Siapkan
hadiah. Secara umum anak-anak menyukai hadiah. Hadiah mendorong untuk anak-anak
untuk mendapatkannya, meskipun harus menahan diri untuk tidak bermain dan
berbicara. Bisa saja kita memberikan hadiah imajinatif seperti makanan,
binatang kesayangan, balon yang seolah-olah ada di tangan dan diberikan kepada
anak, tentu saja diberikan kepada anak-anak yang sudah akrab dengan kita,
seringkali teknik ini menimbulkan kelucuan tersendiri.
Bagi pendidik harus memahami
terlebih dahulu tentang cerita apa yang hendak disampaikannya, tentu saja
disesuaikan dengan karakteristik anak-anak usia dini. Agar dapat bercerita
dengan tepat, pendidik harus mempertimbangkan materi ceritanya. Pemilihan
cerita antara lain ditentukan oleh :
1. Pemilihan Tema dan judul yang tepat
Bagaimana cara memilih tema cerita yang tepat berdasarkan usia anak? Seorang
pakar psikologi pendidikan bernama Charles Buhler mengatakan bahwa anak hidup
dalam alam khayal. Anak-anak menyukai hal-hal yang fantastis, aneh, yang
membuat imajinasinya “menari-nari”. Bagi anak-anak, hal-hal yang menarik,
berbeda pada setiap tingkat usia, misalnya:
a. Sampai ada usia 4 tahun, anak
menyukai dongeng fabel dan horor, seperti Si wortel, Tomat yang Hebat, Anak
ayam yang Manja, kambing Gunung dan Kambing Gi as, anak nakal tersesat di hutan
rimba, cerita nenek sihir, orang jahat, raksasa yang menyeramkan dan
sebagainya.
b. Pada usia 4-8 tahun, anak-anak
menyukai dongeng jenaka, tokoh pahlawan/hero dan kisah tentang kecerdikan,
seperti; Perjalanan ke planet Biru, Robot pintar, Anak yang rakus dan sebagainya.
c. Pada usia 8-12 tahun, anak-anak
menyukai dongeng petualangan fantastis rasional (sage), seperti: Persahabatan
si Pintar dan si Pikun, Karni Juara menyanyi dan sebagainya.
2. Waktu Penyajian Dengan
mempertimbangkan daya pikir, kemampuan bahasa, rentang konsentrasi dan daya
tangkap anak, maka para ahli dongeng menyimpulkan sebagai berikut
a. Sampai usia 4 tahun, waktu cerita
hingga 7 menit
b. Usia 4-8 tahun, waktu cerita hingga
10 -15 menit
c. Usia 8-12 tahun, waktu cerita hingga
25 menit Namun tidak menutup kemungkinan waktu bercerita menjadi lebih panjang,
apabila tingkat konsentrasi dan daya tangkap anak dirangsang oleh penampilan
pencerita yang sangat baik, atraktif, komunikatif dan humoris.
3. Suasana (situasi dan kondisi)
Suasana disesuaikan dengan acara/peristiwa yang sedang atau akan berlangsung,
seperti acara kegiatan keagamaan, hari besar nasional, ulang tahun, pisah
sambut anak didik, peluncuran produk, pengenalan profesi, program sosial dan
lain-lain, akan berbeda jenis dan materi ceritanya. Pendidik dituntut untuk
memperkaya diri dengan materi cerita yang disesuaikan dengan suasana. Jadi
selaras materi cerita dengan acara yang diselenggarakan, bukan satu atau
beberapa cerita untuk segala suasana.
2.5 Karakter Pendengar
Sebelum
menceritakan sebuah cerita terlebih dahulu pencerita harus mengenal
karakteristik belajar penerima cerita, adapun karakteristik tersebut meliputi:
a. Karakter
Visual
Penerima
cerita yang memiliki karakter visual memiliki ciri-ciri apabila dia menjawab
pertanyaan atau menjelaskan sesuatu lebih condong pada apa yang mereka lihat.
Contoh
: Saya menyukai pergi ke gunung karena pemandangan di sana sangat indah.
b. Karakter
Auditori
Penerima
cerita yang memiliki karakter auditori memiliki ciri-ciri apabila dia menjawab
pertanyaan atau menjelaskan sesuatu lebih condong pada apa yang mereka dengar.
Contoh
: Saya menyukai pergi ke gunung karena di sana banyak suara kicau burung yang
merdu.
c. Karakter
Kinestetik
Penerima
cerita yang memiliki karakter kinestetik memiliki ciri-ciri apabila dia
menjawab pertanyaan atau menjelaskan sesuatu lebih condong pada apa yang mereka
rasakan atau hal yang mereka lakukan.
Contoh
: Saya menyukai pergi ke gunung karena suasananya yang tenang.
Cara
untuk mengetahui karaktristik penerima cerita adalah dengan memberikan pertanyaan
“Apa yang kamu pilih jika harus berlibur ke gunung atau ke laut?” kemudian
pencerita memberikan pertanyaan susulan”Mengapa kamu menjawab memilih berlibur
ke …. (sesuai jawaban siswa)?” Melalui alasan yang dikemukakan penerima cerita
kita dapat mengetahui karakterisrik belajar yang dimiliki penerima cerita.
2.6 Teknik Bercerita
Pendidik perlu mengasah keterampilannya dalam bercerita,
baik dalam olah vokal, olah gerak, bahasa dan komunikasi serta ekspresi.
Seorang pencerita harus pandai-pandai mengembangkan berbagai unsur penyajian
cerita sehingga terjadi harmoni yang tepat. Secara garis besar unsur-unsur
penyajian cerita yang harus dikombinasikan secara proporsional adalah sebagai
berikut :
a.
Narasi
b.
Dialog
c.
Ekspresi
(terutama mimik muka)
d.
Visualisasi
gerak/Peragaan (acting)
e.
Ilustrasi
suara, baik suara lazim maupun suara tak lazim
f.
Media/alat peraga (bila ada)
g.
Teknis
ilustrasi lainnya, misalnya lagu, permainan, musik, dan sebagainya.
Teknik
bercerita secara umum adalah:
a. Menggunakan kata-kata yang
komunikatif (tidak kaku). Jika mungkin, menggunakan kata-kata baku yang sedang trend
agar tercipta hubungan yang dekat dengan pendengar.
b. Mengucapkan huruf, kata, dan
kalimat dengan lafal yang tepat agar pendengar lebih mudah memahami isi cerita.
c. Memerhatikan intonasi kalimat.
Intonasi adalah naik turunnya lagukalimat yang berfungsi membentuk makna
kalimat. Dengan intonasi yang tepat, pendengar dapat membedakan pengucapan kalimat untuk nada sedih, marah, gembira, dan sebagainya.
d. Mengucapkan kalimat dengan jeda
yang tepat. Jeda adalah perhentian lagu kalimat. Jeda berfungsi untuk menandai
batas-batas satuan kalimat.
e. Memerhatikan nada, yaitu
tekanan tinggi rendahnya pengucapan suatu kata. Dalam hal ini, intonasi berfungsi untuk
memberi tekanan khusus pada kata-kata tertentu.
Tinggi-rendahnya nada dapat membedakan bagian kalimat yang satu dengan
bagian kalimat lain yang tidak penting.
f. Penerapan gesture dan mimik
yang tepat. Gesture adalah peniruandengan gerak-gerik anggota badan, sedangkan
mimik dalam peniruan gerakan raut muka. Penguasaan gesture dan mimik dapat dilakukan dengan meniru gerakan orang tertawa, menangis, melompat, menyumpit, berteriak, dan sebagainya.
Setelah memahami teknik-teknik bercerita, kamu dapat menggunakan cerita rakyat dari Kalimantan yang berjudul Anggrek Hitam untuk Domia pada halaman depan untuk latihan bercerita. Sebelumnya, perhatikan tanda- tanda intonasi dan jeda pada pengucapan sebuah kalimat berikut.
1. Tanda / untuk intonasi tinggi.
2. Tanda \ untuk intonasi rendah.
3. Tanda | untuk jeda sebagai
tanda henti sementara.
4. Tanda // untuk jeda akhir.
Melalui
pemahaman tentang karakter belajar penerima cerita, pencerita dapat menentukan
teknik berceritanya. Teknik bercerita diperlukan agar tujuan cerita dicapai
dengan efektif dan seefisien mungkin. Kunci dari keberhasilan dari teknik
bercerita adalah ksungguhan pencerita dalam mendeskripsikan ceritanya. Adapun
teknik dalam bercerita tersebut yaitu.:
a.
Bercerita Auditori
Pada
teknik bercerita auditori pencerita menceritakan
sebuah cerita dengan kecenderungan tentang apa yang mereka dengar. Pencerita
lebih banyak menceritakan tentang suara atau bunyi dari hal yang diceritakan. Contoh
: Sebuah mobil melaju cepat dengan suara yang nyaris tak terdengar, whusss
….(guru menirukan suara yang dihasilkan dari mobil tersebut).
b.
Bercerita Visual
Pada
teknik bercerita auditori pencerita menceritakan sebuah cerita dengan
kecenderungan tentang apa yang mereka dengar. Guru lebih banyak menceritakan
tentang pemandangan dari hal yang diceritakan. Contoh : Sebuah mobil melaju
cepat dengan kecepatan yang hampir tak terlihat oleh mata, slaapp …. (guru
mengayunkan telapak tanganya dengan cepat di udara)
c.
Bercerita Kinestetik
Pada
teknik bercerita kinestetik penceritab menceritakan sebuah cerita dengan kecenderungan
tentang apa yang mereka rasakan atau lakukan. Guru lebih banyak menceritakan
kegiatan, proses atau perasaan hal yang diceritakan. Pada teknik ini guru
memerlukan teknik pengekspresian dan pengkarakteran tokoh yang lebih matang
dibandingkan dua teknik sebelumnya. Contoh : Sebuah mobil melaju cepat, dan
membuat jantungku derdetak keras seketika.deg deg deg ….(guru menyentuh dadanya
sambil berekspresi kaget)
d. Bercerita
Campuran
Teknik
bercerita campuran dilakukan apabila dalam suatu kelas terdapat berbagai macam
karakter belajar. Pencerita secara bergantian menceritakan sebuah cerita dengan
mrmperhatikan apa yang mereka lihat, dengar dan rasakan. Keberhasilan
penggunaan teknik ini ditentukan oleh kemampuan pendeskripsian cerita dan
pengekspresian yang dimiliki guru. Contoh : Sebuah mobil berwarna merah melaju
sangat cepat dengan suara yang nyaris tak terdengar, whuss …. (guru menirukan
susra yang dihasilkan mobil tersebut). Kejadian tersebut membuat kaget dan
detak jantung yang semakin kencang, deg…deg…deg ….(guru menyentuh dadanya
sambil berekspresi kaget). “Mobil berwarna merah” pada kalimat cerita contoh
diatas ditujukan pada siswa dengan karakter belajar visual. “Suara yang nyaris
tak terdengar, whuss ….” ditujukan pada siswa dengan karakter belajar auditori.
Sedangkan pada bagian “Kejadian tersebut membuatku kaget dan detak jantung yang
semakin kencang, deg …deg…deg” ditujukan pada siswa dengan kecenderungan
belajar kinestetik.
Bercerita
dengan memperhatikan tipe karakter belajar yang dimiliki siswa merupakan syarat
utama dalam melakukan teknik bercerita. Pencerita dapat membawa penerima cerita
menuju pada perubahan-perubahan sikap dari yang negatif menjadi positif.
Frekuensi pencerita dalam melakukan teknik-teknik bercerita akan mempengaruhi
kemahiran guru dalam melaksanakan metode bercerita. Teknik bercerita yang baik
perlu memperhatikan 7 jenis kecerdasan anak yaitu kecerdasan linguistic,
kecerdasan logika-matematika, kecerdasan spasial, kecerdasan kinestetik,
kecerdasan musik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intra personal dan
kecerdasan naturalis (Amstrong,2003:10-14). Hal tesebut menunjukkan bahwa guru
perlu memperhatikan karakter siswa sebelum bercerita.
1. Teknik
Membuka Cerita
Teknik membuka Cerita ”Kesan pertama begitu menggoda
selanjutnya ….terserah anda”, Kalimat yang mengingatkan kita pada salah satu
produk yang diiklankan. Hal ini mengingatkan pula betapa pentingnya membuka
suatu cerita dengan sesuatu cara yang menggugah. Mengapa harus menggugah minat?
Karena membuka cerita merupakan saat yang sangat menentukan, maka membutuhkan
teknik yang memiliki unsur penarik perhatian yang kuat, diantaranya dapat
dilakukan dengan:
a. Pernyataan kesiapan : “Anak-anak,
hari ini, Ibu telah siapkan sebuah cerita yang sangat menarik…” dan seterusnya.
b. Potongan cerita: “Pernahkah kalian
mendengar, kisah tentang seorang anak yang terjebak di tengah banjir?, kemudian
terdampar di tepi pantai…?”
c. Sinopsis (ringkasan cerita),
layaknya iklan sinetron “Cerita bu Guru hari ini adalah cerita tentang “seorang
anak kecil pemberani, yang bertempur melawan raja gagah perkasa perkasa
ditengah perang yang besar” (kisah nabi Daud) mari kita dengarkan bersama-sama
!
d. Munculkan Tokoh dan Visualisasi “
dalam cerita kali ini, ada 4 orang tokoh penting…yang pertama adalah seorang
anak yang jago main karate, ia tak takut dengan siapapun…namanya Adiba, yang
kedua adalah seorang ketua gerombolan penjahat yang bernama Somad, badannya
tinggi besar dan bila tertawa..iiih mengerikan karena sangat keras”…HA.
HA..HA..HA..HA”, Somad memiliki golok yang sangat besar, yang ketiga seorang
guru yang bernama Umar, wajahnya cerah dan menyenangkan…dan seterusnya.
e. Pijakan (setting) tempat “Di sebuah
desa yang makmur…”, “Di pinggir pantai..” “Di tengah Hutan…” “Ada sebuah
kerajaan yang bernama ..” “Di sebuah Pesantren…” dan lain-lain.
f. Pijakan (setting) waktu, “Jaman
dahulu kala…” “Jaman pemerintahan raja mataram …” ”Tahun 2045 terjadi sebuah
tabrakan komet…” “Pada suatu malam…” “Suatu hari…” dan lain-lain.
g. Ekspresi emosi: Adegan orang marah,
menangis, gembira, berteriak-teriak dan lain-lain. h. Musik & Nyanyian “Di
sebuah negeri angkara murka, dimulai cerita…(kalimat ini dinyanyikan), atau
ambillah sebuah lagu yang popular, kemudian gantilah syairnya dengan kalimat
pembuka sebuah cerita. i. Suara tak Lazim atau ”Boom” ! : Pendidik dapat
memulai cerita dengan memunculkan berbagai macam suara seperti; suara ledakan,
suara aneka binatang, suara bedug, tembakan dan lain-lain.
2. Menutup Cerita dan Evaluasi
a.
Tanya
jawab seputar nama tokoh dan perbuatan mereka yang harus dicontoh maupun
ditinggalkan.
b.
Doa
khusus memohon terhindar dari memiliki kebiasaan buruk seperti tokoh yang
jahat, dan agar diberi kemampuan untuk dapat meniru kebaikan tokoh yang baik.
c.
Janji
untuk berubah; Menyatakan ikrar untuk berubah menjadi lebih baik, contoh “Mulai
hari ini, Aku tak akan malas lagi, aku anak rajin dan taat kepada guru!”
d.
Nyanyian
yang selaras dengan tema, baik berasal dari lagu nasional, popular maupun
tradisional
e.
Menggambar
salah satu adegan dalam cerita. Setelah selesai mendengar cerita, teknik ini
sangat baik untuk mengukur daya tangkap dan imajinasi anak.
3. Penanganan Keadaan Darurat
Apabila saat bercerita terjadi
keadaan yang mengganggu jalannya cerita, pendidik harus segera tanggap dan
melakukan tindakan tertentu untuk mengembalikan keadaan, dari kondisi yang
buruk kepada kondisi yang lebih baik (tertib). Adapun kasus-kasus yang paling
sering terjadi adalah:
a.
Anak
menebak cerita. Penanganan: Ubah urutan cerita atau kreasikan alur cerita.
b.
Anak
mencari perhatian. penanganan: sampaikan kepada anak tersebut bahwa kita dan
teman-temannya terganggu, kemudian mintalah anak tersebut untuk tidak
mengulanginya.
c.
Anak
mencari kekuasaan. Penanganan: Pendidik lebih mendekat secara fisik dan lebih
sering melakukan kontak mata dengan hangat.
d.
Anak
gelisah. Penanganan: Pendidik lebih dekat secara fisik dan lebih sering
melakukan kontak mata dengan hangat, kemudian mengalihkan perhatiannya kepada
aktivitas bersama seperti tepuk tangan dan penyanyi yang mendukung penceritaan.
e.
Anak
menunjukkan ke tidak puasan. Penanganan: Pendidik membisikkan ke telinga anak
tersebut dengan hangat ”Adik anak baik, Ibu makin sayang jika adik duduk lebih
tenang”
f.
Anak-anak
kurang kompak. Pananganan: pendidik lebih variatif mengajak tepuk tangan maupun
yel-yel.
g.
Kurang
taat pada aturan atau tata tertib. Penanganan: Pendidik mengulangi dengan
sungguh-sungguh tata tertib kelas.
h.
Anak
protes minta ganti cerita. Penanganan: Katakanlah ”Hari ini ceritanya adalah
ini, cerita yang engkau inginkan akan Ibu sampaikan nanti”.
i.
Anak
menangis. Penanganan: Mintalah orang tua atau pengasuh lainnya membawa keluar.
j.
Anak
berkelahi. Penanganan: Pisahkan posisi duduk mereka jangan terpancing untuk
menyelesaikan masalahnya, namun tunggu setelah selesai cerita
k.
Ada
tamu. Penanganan: Berikan isyarat tangan kepada tamu agar menunggu, kemudian
cerita diringkas untuk mempercepat penyelesaiannya Suasana cerita sangat
ditentukan oleh ketrampilan bercerita pendidik dan hubungan emosional yang baik
antara pendidik dengan anak-anak. Beberapa kasus di atas hanyalah sebagian
contoh yang sering muncul saat seorang pendidik bercerita, jadi penanganannya
bisa disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta kreativitas pendidik.
2.7
Media
dan Alat bercerita
Berdasarkan cara penyajiannya, bercerita
dapat disampaikan dengan alat peraga maupun tanpa alat peraga (dirrect story).
Sedangkan bercerita dengan alat peraga tersebut dibedakan menjadi peraga
langsung (membawa contoh langsung:kucing dsb) maupun peraga tidak langsung
(boneka, gambar, wayang dsb). Agar bercerita lebih menarik dan tidak
membosankan, pendidik disarankan untuk lebih variatif dalam bercerita,
adakalanya mendongeng secara langsung, panggung boneka, papan flanel, slide,
gambar seri, membacakan cerita dan sebagainya.sehingga kegiatan bercerita tidak
menjemukan.
2.8
Cara
Bercerita
Intonasi Suara dan Gerakan Mata adalah
yang paing menentukan sukses tidaknya dalam bercerita. Bagaimana cara mengatur
intonasi suara dan gerakan mata:
a.
Mengeluarkan
suara yang cukup keras (tidak perlu berteriak) untuk dapat didengar oleh semua
anak di kelas.
b.
Untuk
menyajikan cerita secara dramatis maka harus betul-betul menguasai ceritanya
sehingga tahu kapan anda harus menekankan kata-kata tertentu atau
memperlihatkan mimik muka tertentu. Misalnya, jika sedang bercerita tentang
seorang yang sedang berlari ketakutan, perlu ikut mempercepat suara anda dengan
mimik muka yang tepat untuk menggambarkan kejadian tsb.
c.
Cara
memperbesar atau memperkecil suara adalah sesuai dengan penjiwaan anda terhadap
cerita tersebut. Jika itu tercapai maka mudah sekali menirukan suara-suara
tertentu. Misalnya, suara anak kecil atau orang tua, suara orang memerintah
atau suara lembut seorang ibu, suara orang ketakutan atau suara orang marah dan
lainnya.
d.
Menujukan
gerakan yang sesuai dengan cerita. Misalnya, jika bercerita tentang seorang
yang sedang berbisik, anda perlu menirukan gaya orang yang sedang berbisik.
e.
Hal
yang paling penting dalam bercerita adalah gerakan mata. Jangan sekali-sekali
membiarkan mata menerawang ke angkasa. Tataplah mata anak-anak secara
bergantian. Dengan tatapan mata ini dapat menguasai seluruh kelas.
Untuk dapat menguasai aspek-aspek
keterampilan teknis dari penyajian cerita diatas, tentu membutuhkan persiapan
yang matang. Selain itu, kemampuan dalam bercerita agar dapat memunculkan
berbagai unsur diatas, dan tersaji secara padu, hanya dapat dikuasai dengan
pengalaman dan latihan-latihan yang tekun. Bercerita memang salah satu bagian
dari keterampilan mengajar. Sebagai sebuah keterampilan, penguasaannya tidak
cukup hanya dengan memahami ilmunya secara teoritik saja. Yang lebih penting
dari itu adalah keberanian dan ketekunan dalam mencobanya secara langsung.
Itulah sebabnya, latihan-latihan tertentu yang rutin sangat dibutuhkan. Yang
jelas, keterampilan teknis bercerita hanya dapat dikembangkan melalui latihan
dan pengalaman praktek bercerita.
Ketika berbicara atau bercerita
kepada anak di depan kelas, ingatlah bahwa suara dan mimik muka serta sorotan
mata asangat menentukan apakah anda akan berhasil menarik perhatian mereka.
2.9 Manfaat Bercerita
Menurut para ahli pendidikan
bercerita kepada anak-anak memiliki beberapa manfaat yang amat penting, yaitu:
a.
Membangun
kedekatan emosional antara pendidik dengan anak
b.
Media
penyampai pesan/nilai mora dan agama yang efektif
c.
Pendidikan
imajinasi/fantasi
d.
Menyalurkan
dan mengembangkan emosi
e.
Membantu
proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita
f.
Memberikan
dan memperkaya pengalaman batin
g.
Sarana
Hiburan dan penarik perhatian
h.
Menggugah
minat baca
i.
Sarana
membangun watak mulia
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Bercerita merupakan penyampaian
informasi yang berbentuk cerita. Hal yang disampaikan bisa berupa cerita yang
telah dibaca kemudian diceritakan ataupun pengalaman pribadi. Ada banyak
metode-metode yang digunakan dalam bercerita, bahwa metode bercerita lebih menonjolkan penuturan
lisan materi cerita dibandingkan aspek teknis yang lainnya. Mempersiapkan diri
sebelum bercerita dan mengetahui karakter pendengar juga perlu diperhatikan.
Manfaat dari bercerita sangat bervariasi diantaranya membangun kedekatan emosional antara
pendidik dengan anak, mendidikan imajinasi, menyalurkan dan mengembangkan
emosi, membantu proses peniruan perbuatan baik tokoh dalam cerita, memberikan
dan memperkaya pengalaman batin , sarana hiburan dan penarik perhatian,
menggugah minat baca, serta sarana membangun watak mulia. Cara bercerita yang
menarik dapat menggunakan media atau alat-alat bantu seperti gambar, sehingga
para pendengar dapat lebih mengerti apa yang diceritakan.
3.2
Saran
Kepada pencerita atau orang yang
akan bercerita seharusnya lebih memperhatikan teknik-teknik yang efektif dalam
bercerita. Mengondisikan audiens dan menarik perhatian pendengar sebelum
bercerita serta diawal cerita harus diperhatikan.
DAFTAR PUSTAKA
tanggal 15 November 2013 pukul 11:58 WIB
tanggal 15 November 2013 pukul 12:22 WIB
Tanggal
16 November pukul 11:40 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar