BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Mengkaji sebuah karya sastra itu kita perlu
mengetahui unsur instrinsik dan ekstrinsiknya, karena itu merupakan unsur
pembangun. Strukturalisme membahas tentang struktur naratif cerita. Salah satu
ahli yang mempelajari bidang ini adalah Vladimir Propp. Propp memulai
dengan masalah pengklasifikasian dan pengorganisasian cerita rakyat. Propp
secara induktif mengembangkan empat hukum yang menempatkan sastra rakyat atau
fiksi pada pijakan baru. Karena inilah Vladimir Propp dikenal sebagai cikal
bakal struktural naratologis (Herman & Vervaeck, 2005: 52). Untuk lebih
jelasnya akan di bahas pada makalah ini.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa teori
dari tokoh Vladimir Propp?
2. Apa saja
hukum-hukum yang di kemukakan oleh
Vladimir Propp?
3. Ada berapa
fungsi Vladimir Propp dalam membandingkan fungsi semua cerita?
1.3Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui teori Vladimir Propp
2. Untuk
memahami hukum-hukum yang di kemukakan Vladimir Propp
3. Untuk
menganalis perbandingan fungsi semua cerita
1.4Manfaat
Penulisan
1. Menjelaskan
teori yang di kemukakan oleh Vladimir Propp
2. Menguraikan
hukum-hukum yang di gunakan oleh Vladimir Propp
3. Memahami
perbandingan fungsi semua cerita
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Teori Vladimir Propp
Propp bukanlah seorang formalis (bdk. Eagleton,
1988:115; yang pada masa 1920-an banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh Formalis Rusia. Meskipun banyak (Jefferson,
1988:54 ). Dikatakan demikian karena ketika Formalisme Rusia sedang mangalami krisis
(menjelang tahun 1930), ia justru memunculkan semacam poetika baru dalam hal pengkajian
dan penelitian sastra.
Hal itu dapat
dibuktikan melalui buku Morphology of the Folktale (1975).
Dapat di katakana bahwa buku itu merupakan hasil dekonstruksi Propp terhadap teori-teori yang berkembang sebelumnya. Propp (1975:3--18) berpendapat bahwa para penelitise belumnya banyak melakukan kesalahan dan sering membuat simpulan yang tumpang tindih.
Dapat di katakana bahwa buku itu merupakan hasil dekonstruksi Propp terhadap teori-teori yang berkembang sebelumnya. Propp (1975:3--18) berpendapat bahwa para penelitise belumnya banyak melakukan kesalahan dan sering membuat simpulan yang tumpang tindih.
Selain itu,
sedikit banyak teori Propp juga mendekonstruksi
teori formalis. Kalau Formalis menekankan perhatiannya pada penyimpangan
(deviation) melalui unsur naratif fabula dan suzjet dalam karya-karya
individual untuk mencapai nilai kesastraan (literariness) sastra, Propp lebih menitik
beratkan perhatiannya pada motif naratif yang terpenting, yaitu tindakan atau perbuatan
(action), yang selanjutnya disebut fungsi (function).Propp menyadari bahwa suatu
cerita pada dasarnya memiliki konstruksi. Konstruksi itu terdiri atas
motif-motif yang terbagi dalam tiga unsur, yaitu pelaku, perbuatan, dan penderita
(lihat juga: Junus, 1983:63). Ia melihat bahwa tiga unsure itu dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu unsur yang tetap dan unsur yang berubah.
Unsur yang
tetap adalah perbuatan, sedangkan unsur yang berubah adalah pelaku dan penderita.
Bagi Propp, yang terpenting adalah unsur yang tetap. Sebagai contoh, yang
terpenting di dalam konstruksi "raksasa menculik seorang gadis"
adalah perbuatan atau tindakannya, yaitu
"menculik", karena tindakan itu dapat membentuk satu fungsi tertentu dalam cerita. Seandainya tindakan itu
diganti dengan tindakan lain, fungsinya akan berubah. Tidak demikian jika yang
diganti adalah unsur pelaku atau penderita.
Penggantian
unsur pelaku dan penderita tidak mempengaruhi
fungsi perbuatan dalam suatu konstruksi tertentu. Dilihat dari contoh tersebut,
jelas bahwa teori Propp di ilhami oleh strukturalisme
dalam ilmu bahasa (linguistik) sebagaimana dikembangkan oleh Saussure. Berdasarkan
penelitiannya terhadap seratus dongeng Rusia, yang disebutnya fairytale, Propp
(1975:21--24) akhirnya memperoleh simpulan (1) anasir yang mantap dan tidak berubah
dalam sebuah dongeng bukanlah motif atau pelaku, melainkan fungsi, lepas dari siapa
pelaku yang menduduki fungsi itu, (2) jumlah fungsi dalam dongeng terbatas, (3)
urutan fungsi dalam dongeng selalu sama, dan (4) dari segi struktur semua dongeng
hanya mewakili satu tipe (lihat juga: Teeuw, 1984:291; Scholes, 1977:63).
Sehubungan dengan
simpulan (2), Propp menyatakan bahwa paling banyak sebuah dongeng terdiri atas
31 fungsi. Namun, ia juga menyatakan bahwa setiap dongeng tidak selalu mengandung
semua fungsi itu karena banyak dongeng yang ternyata hanya mengandung beberapa fungsi.
Fungsi-fungsi itulah, berapa pun jumlahnya, yang membentuk kerangka pokok
cerita. Tiga puluh satu fungsi yang dimaksudkan oleh Propp adalah seperti di bawah ini. Untuk mempermudah
pembuatan skema, Propp member tanda atau lambing khusus pada setiap fungsi
(barangkali, kalau kita mengganti
lambing itu sesuai dengan keinginan kita, tentu juga tidak ada salahnya. Fungsi-fungsi
dan lambang-lambang yang dicantumkan ini hanya terbatas pada yang pokok saja. Menurut
Propp (1975:79--80), jumlah tiga puluh satu fungsi itu dapat didistribusikan ke
dalam lingkaran atau lingkungan tindakan (speres of action) tertentu. Ada tujuh
lingkungan tindakan yang dapat dimasuki oleh fungsi-fungsi yang tergabung secara
logis, yaitu (1) villain 'lingkungan aksi penjahat', (2) donor, provider
'lingkungan aksi donor, pembekal', (3) helper 'lingkungan aksi pembantu', (4)
the princess and her father 'lingkungan aksise orang putri dan ayahnya', (5)
dispatcher 'lingkungan aksi perantara (pemberangkat)', (6) hero 'lingkungan aksi
pahlawan', dan (7) false hero 'lingkungan
aksi pahlawan palsu' (lihat juga: Hawkes, 1978:91; Scholes, 1977:104;
Schleifer, 1987:96).
Melalui tujuh
lingkungan tindakan (aksi) itulah frekuensi kemunculan pelaku dapat dideteksi dan
cara bagaimana watak pelaku diperkenalkan dapat diketahui.Demikian selintas tentang
teori (naratologi) struktural versi Vladimir Propp. Kendati dalam perkembangan selanjutnya
Propp banyak dikecam oleh peneliti lain, di antaranya oleh Guipen dari Belanda
(Teeuw, 1984:293), sebagian dari konsep teorinya
tetap menjadi pegangan mereka.Harusdiakuibahwaternyataparaahliseperti Bremond,
Greimas, Levi-Strauss, Souriau, Todorov, bahkan juga Roland Barthes, banyak memanfaatkan
konsep yang telah dihasilkan Propp. Namun, dalam perkembangan terakhir, Propp tidak
konsekuen pada prinsipnya sendiri. Ia semula menolak adanya pendekatan historik,
tetapi kemudian ia kembali ke orientasi historik. Hal itu dapat dibuktikan melalui
bukunya Theory and History of Folklore (1984) yang merupakan kumpulan karangan menjelang
akhir hayatnya (1970).
2.2 Hukum-Hukum Vladimir Propp
Vladimir Propp dikenal sebagai cikal bakal
struktural naratologis (Herman & Vervaeck, 2005: 52). Keempat hukum
tersebut sebagai berikut.
1. Fungsi karakter (tokoh) sebagai sebuah penyeimbang,
elemen-elemen tetap dalam sebuah cerita, tidak bergantung kepada bagaimana atau
karena siapa mereka terpenuhi. Elemen-elemen tersebut membentuk
komponen-komponen fundamental sebuah cerita.
2. Jumlah fungsi yang dikenal dalam cerita peri
terbatas.
3. Rangkaian fungsi itu selalu identik.
4. Semua cerita peri terdiri
atas satu tipe jika dilihat dari strukturnya.
2.3 Fungsi Perbandingan Semua Cerita
Dalam membandingkan semua fungsi cerita-cerita
tersebut, Propp menemukan bahwa jumlah keseluruhan fungsi tidak lebih dari tiga
puluh satu fungsi. Fungsi-fungsi tersebut disusun sebagai berikut.
1.
Salah satu anggota
keluarga hilang/pergi dari rumah.
2.
Larangan ditujukan
pada sang pahlawan.
3.
Larangan
dilanggar.
4.
Penjahat berusaha
mengintai.
5.
Penjahat menerima
informasi tentang korbannya.
6. Penjahat berusaha
menipu korbannya untuk menguasai korban atau (harta) milik korban.
7.
Korban tertipu dan
tanpa sadar membantu musuhnya.
8.
Penjahat
membahayakan atau melukai seorang anggota keluarga.
9. Kemalangan
atau kekurangan diketahui.
10. Pencari
setuju atau memutuskan untuk mengatasi halangan.
11. Pahlawan
meninggalkan rumah.
12. Pahlawan
diuji, diinterogasi, diserang, dsb. dalam proses mendapatkan alat (agent) sakti
atau penolong.
13. Pahlawan
mereaksi tindakan donor masa depan.
14. Pahlawan
memperoleh kekuatan alat sakti.
15. Pahlawan
dipindah, dikirim, atau digiring/dituntun kemana-mana dalam pencarian objek.
16. Pahlawan
dan penjahat terlibat perang langsung.
17. Pahlawan
mendapat nama (terkenal)
18. Penjahat
dikalahkan
19. Kemalangan
atau kekurangan awal berhasil dimusnahkan.
20. Pahlawan
kembali.
21. Sang
pahlawan dikejar.
22. Penyelamatan
pahlawan dari kejaran.
23. Pahlawan
– yang tidak dikenali – pulang atau pergi ke negeri lain.
24. Seorang
pahlawan palsu menyatakan tuntutan (claim) yang tidak berdasar.
25. Sebuah
tugas yang sulit diajukan pada sang pahlawan.
26. Tugas
berhasil dipecahkan.
27. Sang
pahlawan dikenali.
28. Pahlawan
palsu atau penjahat terungkap.
29. Pahlawan
palsu diberikan tampilan baru.
30. Penjahat
dihukum.
31. Pahlawan
menikah dan bertakhta.
Propp menyebut
tujuh fungsi pertama sebagai unit persiapan. Komplikasi ditandai dengan nomor
10. Komplikasi diikuti dengan perpindahan, perjuangan, kembali (kepulangan),
dan pengenalan.
Sebagai tambahan
dari tiga puluh satu fungsi tersebut, Propp menambah tujuh “putaran aksi”
(spheres of action). Ketujuhnya disusun sebagai berikut.
1. Penjahat.
2. Donor
(penyedia).
3. Penolong.
4. Putri
dan ayahnya.
5. Utusan
(dispatcher)
6. Pahlawan
(pencari atau korban)
7. Pahlawan
palsu
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Propp bukanlah seorang formalis (bdk. Eagleton,
1988:115; yang pada masa 1920-an banyak berkenalan dengan tokoh-tokoh Formalis Rusia. Meskipun banyak (Jefferson,
1988:54 ). Teori Propp mendekonstruksi teori formalis. Kalau Formalis
menekankan perhatiannya pada penyimpangan (deviation) melalui unsur naratif
fabula dan suzjet dalam karya-karya individual untuk mencapai nilai kesastraan
(literariness) sastra, Propp lebih menitik beratkan perhatiannya pada motif
naratif yang terpenting, yaitu tindakan atau perbuatan (action), yang
selanjutnya disebut fungsi (function).Propp menyadari bahwa suatu cerita pada dasarnya
memiliki konstruksi. Konstruksi itu terdiri atas motif-motif yang terbagi dalam
tiga unsur, yaitu pelaku, perbuatan, dan penderita (lihat juga: Junus,
1983:63). Ia melihat bahwa tiga unsure itu dapat dikelompokkan menjadi dua bagian,
yaitu unsur yang tetap dan unsur yang berubah.
3.2 Saran
Untuk kita sebagai mahasiswa jurusan bahasa dan sastra indonesia,
sudah sewajarnya kita memahami dan mempelajari materi struktural. Terutama yang
membahas atau mengupas sebuah cerita menjadi lebih dalam lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Herman,
Luc & Bart Vervaeck. 2005. Handbook of Narrative Analysis. Lincoln
& London: University
of Nebraska Press
Scholes,
Robert. 1973. Structuralism in Literature. New Haven dan London: Yale
University Press
http://suwondotirto.blogspot.com/2008/11/studi-sastra_18.html
Lampiran
tampilan blognya dibuat lebih menarik lagi ya, isi postingannya dirapikan lagi agar pembaca tidak terlalu bosan membaca postingan yang banyak. isi blog sudah bervariasi.
BalasHapusDaftar pustakanya salah dalam hal penulisan :D tapi isinya membantu :D
BalasHapus