BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Islam adalah salah satu agama lama di dunia
yang masuk ke ranah Nusantara melalui akulturasi-akulturasi dengan berbagai
agama dan kebudayaan kuno yang sudah terlebih dahulu mengakar di Indonesia,
sehingga kemunculannya dapat lebih diterima oleh masyarakat. Agama Islam menurut
kodratnya memiliki karakteristik untuk mengembangkan kebudayaan progresif.
Karena kebudayaan progresif menurut
Sutan Takdir Alisyahbana lebih banyak mendasarkan hasil-hasil konkret menurut
rasio dan perhitungan.Yakni kebudayaan yang nilai ilmu dan ekonominya amat
tinggi. Hal ini berbeda dengan kebudayaan ekspresif yang dikembangkan oleh
agama-agama timur dimana nilai agama dan nilai seni yang terasa lebih mendominasi.
Kebudayaan ekspresif menurut Sutan Takdir Alisyahbana lebih banyak mendasarkan
hasil kebudayaannya menurut perasaan, intuisi, dan imajinasi.
Pembagian Sutan Takdir
Alisyahbana tersebut diatas berlaku pula bagi sastra karena sastra merupakan
bagian dari kebudayaan. Sastra progresif adalah sastra yang memuat inti
pengajaran dengan cukup rasional dan ilmiah. Sebaliknya, sastra ekspresif isi
ajarannya lebih mengutamakan daya khayali.
Agama Islam dengan konsep ijtihadnya memang mengembangkan sastra yang progresif, karena ijtihad merupakan penerapan rasional ilmiah untuk menggali dan meluruskan pengembangan
ajaran Islam.
Para mujtahid menolak keras setiap pengembangan dan
penafsiran agama Islam yang menyimpang maupun yang kaifiatnya neka-neka
sebagai bid’ah atau kurafat. Dan sistem ijtihad atas dasar kaidah– kaidah ilmiah dan rasional ini kemudian berkembang dan menjadi canggih sesudah menyerap
unsur-unsur kebudayaan Yunani Purba yang progresif. Maka dari abad ke-8 hingga abad ke-12 Masehi sastra budaya Islam berkembang menjadi canggih dan amat kaya hampir di segala bidang ilmu agama.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
sejarah awal proses masuknya Islam ke Indonesia?
2. Apa
saja jenis karya sastra lama Indonesia yang mendapat pengaruh Islam?
1.3 Tujuan
Penulisan
1. Memberi
pemaparan mengenai proses masuknya Islam ke Indonesia berdasarkan teori-teori yang
diasumsikan
2. Memberi
pebjelasan mengenai karya-karya sastra lama di Indonesia yang mendapat pengaruh
Islam Arab-Persi.
1.4 Manfaat
Penulisan
1. Mengetahui
sejarah internalisasi Islam di Indonesia menurut berbagai teori serta bukti
maupun kronik-kronik yang ditemukan
2. Mengetahui
hasil karya sastra lama Indonesia yang dikenal mendapat pengaruh Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Sejarah
Masuknya Islam ke Indonesia
Proses
awal masuknya Islam ke Indonesia memang belum dapat dipastikan secara tepat
mana teori yang benar-benar mengemukakan tentang penyebaran Islam di Indonesia
untuk pertama kali. Beberapa teori yang menjabarkan proses masuknya Islam di
Indonesia antara lain adalah:
1. Teori Persia
yang dikemukakan oleh P. A. Husein Djajadiningrat. Alasannya adalah karena
adanya kesamaan antara kebudayaan Nusantara dengan Persia.
2. Teori Gujarat
yang dikemukakan oleh W. F. Stutterheim. Pendapat ini sesuai dengan bukti yang
ditemukan yaitu nisan Sultan Malik Al Saleh yang memilki kesamaan dengan nisan
di Gujarat (India) sehingga diperkirakan telah ada hubungan antara Gujarat
dengan Samudra Pasai.
3. Teori Arab yang
dikemukakan oleh Hamka. Alasan pendapatnya adalah masyarakat Nusantara pada
mulanya masuk Islam dan menganut mazhab Syafi’i yang merupakan mazhab yang sangat
terkenal di Arab. Selain itu, di Sumatra telah ada perkampungan orang Arab.
4. M. C. Ricklefs dari Australian National University
menyebutkan 2 proses masuknya Islam ke nusantara yaitu :
a. Penduduk pribumi mengalami kontak
dengan agama Islam dan kemudian menganutnya.
b. Orang-orang asing (Arab, India,
Cina) yang telah memeluk agama Islam tinggal secara tetap di suatu wilayah
Indonesia, kawin dengan penduduk asli, dan mengikuti gaya hidup lokal
sedemikian rupa sehingga mereka sudah menjadi orang Jawa, Melayu, atau suku
lainnya.
5. Teori lain seputar masuknya Islam
dari Timur Tengah ke nusantara diajukan Supartono Widyosiswoyo. Menurutnya,
penetrasi tersebut dapat digolongkan menjadi 3 golongan yaitu :
a. Jalur Utara adalah proses masuknya
Islam dari Persia dan Mesopotamia. Dari sana, Islam beranjak ke timur lewat
jalur darat Afganistan, Pakistan, Gujarat, lalu menempuh jalur laut menuju
Indonesia. Lewat Jalur Utara ini, Islam tampil dalam bentuk barunya yaitu
aliran Tasawuf. Dalam aliran ini, Islam dikombinasikan dengan penguatan
pengalaman personal dalam pendekatan diri terhadap Tuhan. Aliran inilah yang
secara cepat masuk dan melakukan penetrasi penganut baru Islam di nusantara.
Aceh merupakah salah satu basis persebaran Islam pada Jalur Utara ini.
b. Jalur Tengah adalah proses masuknya
Islam dari bagian barat lembah Sungai Yordan dan bagian timur semenanjung
Arabia (Hadramaut). Dari sini Islam menyebar dalam bentuknya yang relatif asli,
di antaranya adalah aliran Wahabi. Pengaruh terutama cukup mengena di wilayah
Sumatera Barat. Ini dapat terjadi oleh sebab dari Hadramaut perjalanan laut
dapat langsung sampai ke pantai barat pulau Sumatera.
c. Jalur Selatan pangkalnya adalah di
wilayah Mesir. Saat itu Kairo merupakan pusat penyiaran agama Islam yang modern
dan Indonesia memperoleh pengaruh tertama dalam organisasi keagamaan yang
disebut Muhammadiyah. Kegiatan lewat jalur ini terutama pendidikan, dakwah, dan
penentangan bid’ah.
6. Proses masuk dan berkembangnya agama
Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul
Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori
yaitu teori Gujarat, teori Makkah dan teori Persia. Ketiga teori tersebut di
atas memberikan jawaban tentang permasalahan waktu masuknya Islam ke Indonesia,
asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama Islam ke Nusantara.
Selain teori-teori tersebut, terdapat
juga sumber-sumber sejarah yang terdiri dari kronik luar negeri dan kronik
dalam negeri yang mengemukakan proses datang dan masuknya Islam menjadi agama
di Indonesia.
2.1.1
Kronik Luar Negeri
a. Kronik
Cina Masa Dinasti Tang
Sejak abad ke-5 Masehi pedagang Arab
telah menjalin kontak dengan pedagang Cina. Rute dagang bahari pedagang
Cina-Arab ini tentunya melintasi perairan Indonesia. Karena itu, orang-orang
Arab dipastikan telah mengenal masyarakat Indonesia bahkan mungkin juga
kebudayaannya sejak abad ke-5, yang ketika itu agama Islam pun belum lahir.
Selanjutnya pada abad ke-7 Masehi, para pedagang Islam dari Persia dan India
telah melakukan kontak dagang di sejumlah pelabuhan di Indonesia. Aktivitas
dagang ini semakin ramai sejak Dinasti Umayyah berkuasa. Perdagangan dilakukan
oleh Bani Umayyah dengan Dinasti Tang melalui Selat Malaka. Perdagangan itu
melibatkan Indonesia karena kawasan ini dilalui oleh pedagang-pedagang Asia
Barat sebelum dan sepulang dari Cina. Antara abad ke-7 dan 8 Masehi telah ada
pemukiman-pemukiman muslim di wilayah Baros, pantai barat Sumatera, pesisir
utara Jawa dan Maluku, dan Kanton, Cina Selatan.
Masih menurut berita Cina bahwa pada
tahun 977 Masehi, sebuah kerajaan Islam di Indonesia telah mengirim utusannya
ke Cina. Kerajaan ini bernama Poni, dan utusannya bernama Pu Ali. Hingga
sekarang data-data mengenai eksistensi Kerajaan Poni belum ditemukan. Pada
tahun 1281 Kerajaan Melayu-Jambi mengirim dua utusannya ke Cina yang
masing-masing bernama Sulaiman dan Syamsuddin─keduanya adalah nama Islam.
b. Catatan
Marcopolo
Marcopolo mengemukakan bahwa pada
tahun 1292 ia singgah ke Kerajaan Samudera Pasai. Dia juga menyatakan adanya
masyarakat muslim di daerah Perlak pada sekitar abad ke-13 Masehi.
c. Buku
Suma Oriental karya Tome Pires
Seorang
musafir berkebangsaan Portugis bernama Tome Pires ini mencatat secara lengkap
penyebaran Islam di Nusantara antara lain di daerah Sumatera, Kalimantan, Jawa,
sampai Maluku pada abad ke-16 Masehi. Tome Pires pernah singgah di Malaka,
Sumatera, dan Jawa. Ia meninggalkan Kepulauan Indonesia sekitar tahun 1515
Masehi. Tome Pires menulis kronik lain yang berjudul Portuguese Relacion
2.1.2
Kronik Dalam Negeri
Berbeda dengan sumber-sumber luar
negeri, sumber-sumber lokal kebanyakan berbentuk kesusasteraan. Kitab-kitab
yang memuat informasi tersebut banyak bentuknya. Di Melayu, Sumatera, dan
Kalimantan, biasanya berbentuk hikayat. Sementara di Jawa, seperti di Banten, Cirebon,
Demak, Mataram, biasanya berbentuk babad, kitab sejarah, kidung, carita, atau
serat.
Bila kronik luar negeri ditulis oleh
nama dan tahun yang jelas, maka sumber-sumber local banyak yang tak memiliki
nama penulisnya (anonim). Sering sebuah karya dicatat oleh lebih dari satu
orang. Kebanyakan kitab tersebut berbahasa Melayu dan Jawa serta beraksara Arab
gundul atau Jawi. Selain tak mencantumkan nama penulis, kitab-kitab tersebut
acap kali tak mencantumkan tanggal, bulan, dan tahun yang pasti.
Beberapa bukti lain yang mengemukakan
masuknya pengaruh Islam di Indonesia antara lain adalah:
1. Abad ke-11,
Islam mulai masuk ke Jawa Timur. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya batu
nisan Fatimah binti Maimun yang berangka tahun 1082 M di Leran, Tuban.
2. Abad ke-13,
Islam berkembang di sumatra terutama di Perlak dan Aceh. Bukti-buktinya adalah
sebagai berikut.
a. Ditemukan batu
nisan Sultan Malik Al Saleh yang berangka tahun 635 H (1297 M) yang merupakan
raja Aceh yang pertama masuk Islam.
b. Catatan Ibnu
Batutah, orang dari Maroko yang singgah di Samudra Pasai pada tahun 1345 sampai
1346 M. Ia menceritakan bahwa raja Samudra Pasai menganut madzhab Syafi’i dan
giat menyebarkan agma Islam.
3. Abad ke-15 M.
Hal ini dibuktikan dengan:
a. Catatan Ma
Huan, seorang musafir Cina yang menceritakan bahwa masyarakat Pantai Utara Jawa
Timur telah memeluk Islam.
b. Pemakaman
Muslim kuno di Trowulan dan Tralaya di dekat Mojokerto yang membuktikan adanya
bangsawan Majapahit yang telah memeluk Islam pada masa Hayam Wuruk.
4. Pada
permulaan abad ke-16 M Ludico Barthema (Italia) pernah mengunjungi beberapa
tempat di Indonesia. Dalam catatannya ditulis bahwa para raja dan penduduk
daerah yang dikunjungi semuanya sudah beragama Islam.
2.2
Karya
Sastra Pengaruh Islam
Akhir abad ke-16 hingga abad ke-17 Masehi pengaruh sastra budaya Islam baru nampak. Dalam proses awal internalisasinya dengan sastra Melayu yang memang sebelumnya telah
berkembang di Indonesia, Islam diterima sebagai unsur pendukung yang memperkaya, mendinamisisasi, serta mengangkat derajat sastra Melayu
menjadi cukup canggih. Maka dalam perkembangan selanjutnya, terjadi akulturasi sekaligus integrasi yang
kokoh antara tradisi sastra
Melayu dan
Islam, laksana pinang dibelah dua, yakni Islam yang Melayu, dan sebaliknya Melayu yang Islam, keduanya laksana dua
permukaan dari satu mata uang. Hal ini sangat berbeda dengan
di Jawa. Di Jawa boleh dikatakan lebih dari tiga abad Islam dipandang sebagai agama dan
budaya asing di lingkungan yang sebagian besar menganut tradisi dan budaya kerajaan Majapahit yang diperhalus dan
dicanggihkan dengan unsur Hinduisme. Maka sejak awal kedatangannya, Islam harus disebarkan
melalui daerah-daerah pinggiran di sepanjang
pesisiran Pulau Jawa yang masyarakat agrarisnya boleh dikatakan
masih buta huruf. Pada abad 16 Masehi daerah-daerah pedesaan ini mulai
berhasil disulap oleh sastra budaya Islam jadi kerajaan pesisir, seperti
Kesultanan Demak, yang merupakan bukti kesultanan Islam terbesar dan tersohor
setelah lengsernya Majapahit.
Makin meningkatnya kebesaran kerajaan Jawa-Hindu
Majapahit ternyata menyadarkan para
cendekiawan dan sastrawan Jawa untuk menyadap ilmu dari sastra Jawa
pesantrenan. Hasil pergulatan (interaksi) Islam dengan sastra budaya Jawa
melahirkan dua bentuk sastra Jawa, yakni sastra Jawa pesantrenan dan sastra
Islam–Kejawen, disamping sastra Arab pesantren. Hanya saja yang paling
kaya-raya adalah sastra Islam-Kejawen, lantaran para pemikir dan sastrawan
kelas satu memang masih didominasi para priyayi Jawa. Contoh sastra Jawa pesantrenan
adalah Het Boek Bonang, gubahan kitab Tuhfah Musalah ila Ruh al-Nabi, gubahan kitab Hikam, kitab Fathurrahman, dan
sebagainya.
Kembali pada arti abad 16 Masehi, yakni abad mulai
munculnya sastra Melayu dan Jawa Islam. Pada abad ini agama Islam mendapat
dukungan kekuasaan politik, walaupun di Jawa
kemudian Islam dimanfaatkan untuk melegalisasi kekuasaan politik para raja
Pajang dan Mataram, tetapi ketika memasuki abad 18 Masehi Islam telah menjadi
lambang penyatuan bagi kerajaan-kerajaan Banten, Cirebon, dan wilayah
kesultanan Demak hingga kesultanan Mataram. Para sastrawan
Jawa manamakan berdirinya kesultanan Demak sebagai peralihan zaman, dari zaman Jawa-Hindu
ke zaman Kewalen (zaman Jawa-Islam).
Abad 18 Masehi juga
mempunyai arti yang amat penting bagi sejarah penyebaran Islam di Indonesia, yakni munculnya sastra Melayu dan
sastra Jawa Islam.
Adapun sastra Islam-Kejawen
adalah unsur-unsur Islam yang disadap dan dipergunakan untuk memperkaya dan meningkatkan khazanah
warisan sastra Jawa lama (sebelum kedatangan Islam). Pengelola sastra Islam-Kejawen adalah
para sastrawan yang
tergolong
priyayi Jawa dan dikembangkan di lingkungan istana kesultanan Jawa-Islam, seperti Mataram, Cirebon, Banten dan
sebagainya. Maka ciri yang
menonjol dalam sastra
Islam-Kejawen adalah muatan politik
dan mistiknya
yang amat kental, sebaliknya muatan-muatan agama atau syariatnya amat kering. Hal ini dapat dimengerti kalau dibaca dalam kaitannya dengan suasana sosial politik yang
melingkupi kehidupan para
pujangga dan
sastrawan Jawa masa itu.
Pengaruh
Hinduisme itu yang mengakar dalam adalah di lingkungan istana kerajaan Jawa, sedang masyarakat pedesaan tetap hidup dalam religi animisme-dinamisme,
sedikit sekali sentuhan konsep-konsep Hinduismenya (Koentjaraningrat, Kebudayaan Jawa,
hal. 33).
Maka dapat dimengerti bahwa nilai-nilai dasar Hinduisme yang dapat mengangkat suku
bangsa Jawa untuk mengakhiri atau menutup zaman prasejarah dan zaman buta aksara
mereka. Maka dalam menghadapi zaman baru (zaman Islam), mereka
memilih menyerap dan mengolah unsur-unsur yang dapat memperkokoh dan
meningkatkan nilai-nilai dasar Hinduisme-Kejawen tersebut.
Beberapa contoh akulturasi antara kebudayaan
Hindu-Islam adalah:
a. Hikayat yaitu cerita atau dongeng
yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk
peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan
bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam,
Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Lukmanul Hakim, dan lain-lain.
b. Babad adalah kisah rekaan pujangga
keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi
(Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c. Suluk adalah kitab yang
membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk
Malang Sumirang dan sebagainya.
d. Primbon adalah hasil sastra yang
sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan,
keajaiban dan penentuan hari baik atau buruk.
2.3
Hikayat
Nabi Muhammad
Pengaruh kesusasteraan Islam sangat
besar masuk ke hati rakyat Indonesia. Untuk mengetahui ajaran Islam, orang
harus mempelajari firman-firman Tuhan yang disampaikan melalui Nabi Muhammad
SAW. Namun untuk mempermudah penerimaan masyarakat atas kebudayaan ini, maka
terjadilah akulturasi kebudayaan Hindu-Islam, yaitu beberapa cerita yang
bercorak Hindu diubah menjadi Islam.
Sumber hikayat Nabi Muhammad adalah
Tarikh Nabi yang berbahasa Arab kemudian disalin ke dalam bahasa Persi, dan
baru masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan. Sumber lain adalah Hadith,
yaitu semua catatan mengenai kehidupan nabi meliputi apa saja yang diperbuatnya
dan juga apa-apa yang didiamkan oleh nabi (Asdi S. Dipodjojo, 1977:80).
Hikayat-hikayat yang termasuk dalam
hikayat Nabi Muhammad langsung mencerminkan kehidupan nabi, yaitu:
a. Hikayat
Nur Muhammad
b. Hikayat
Nabi Adam
c. Hikayat
Mi’raj Nabi Muhammad
d. Hikayat
Nabi Bercukur
e. Hikayat
Bulan Berbelah
f. Hikayat
Nabi Mengajar Ali
g. Hikayat
Nabi Mengajar Anaknya Fatimah
h. Hikayat
Nabi Wafat
i.
Hikayat Iblis dan Nabi
Muhammad
j.
Hikayat Nabi dan Orang
Miskin
2.4
Hikayat
Para Sahabat Nabi
Nabi Muhammad dalam menyiarkan agama Islam dibantu
oleh sahabat-sahabat yang setia, mereka berjuang penuh pengorbanan, gagah
berani dalam setiap medan pertempuran. Misalnya Perang Badar, perang pertama
umat muslim yang menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan karena prajurit muslim
yang hanya berjumlah 300 orang mampu mengalahkan prajurit kafir Quraisy yang
berjumlah 1000 orang.
Adapun contoh hikayatnya antara
lain adalah:
a. Perjuangan
Sahabat terhadap Agama Islam
b. Perang
Badar
c. Perang
Khandak: Raja Khandak, ayah Raja Badar, anak Nabi Sulaiman
d. Hikayat
Raja Khandak
e. Hikayat
Raja Lahat
f. Hikayat
Raja Khaibar
2.5
Hikayat
Pahlawan Islam
Hikayat-hikayat
ini meriwayatkan bagaimana keadaan agama Islam pda awal perkembangannya, dan
menggambarkan sifat keberanian dan kegagahan pahlawan perang. Fungsi hikayat
ini adalah untuk mempertinggi semangat keberanian para prajurit.
Hikayat Amir
Hamzah merupakan salah satu dari kisah hikayat yang disebut dalam Sejarah
Melayu, semasa pertahanan Malaka dari serangan Portugis, hikayat ini
dikatakan telah diberikan oleh Sultan Melaka untuk
dibacakan bagi menaikkan semangat pahlawan Melayu. Oleh itu ia jelas
menunjukkan kehadirannya sebelum 1511 lagi. Dalam versi bercetak edisi 1987
terdapat 245,273 perkataan di dalamnya.
Kisah pada malam sesudah Feringgi
melancarkan serangannya yang pertama ke atas Melaka, seperti yang tersebut di
bawah ini.
Maka Sultan
Ahmad pun menghimpunkan orang, dan suruh berhadir senjata. Maka hari pun
malamlah, maka segala hulubalang dan segala anak tuan-tuan semuanya bertunggu
dibalai rong. Maka kata segala anak tuan-tuan itu, Apa kita buat bertunggu
dibalai rong diam-diam sahaja? Baik kita membaca hikayat perang, supaya kita
beroleh faedah daripadanya. Maka kata Tun Muhammad Onta, benar kata tuan-tuan
itu, baiklah Tun Indera Sagara pergi memohonkan Hikayat Muhammad Hanafiah, sembahkan
mudah-mudahan dapat patik-patik itu mengambil faedah daripadanya. Kerana
Feringgi akan melanggar esok hari. Maka Tun Indera Sagara pun masuk mengadap
Sultan Ahmad. Maka segala sembah orang itu semuanya dipersembahkannya kebawah
duli Sultan Ahmad. Maka oleh Sultan Ahmad dianugerahi Hikayat Amir Hamzah,
maka titah Sultan Ahmad pada Tun Indera Sagara, katakan kepada segala anak
tuan-tuan itu, hendak pun kita anugerahkan Hikayat Muhammad Hanafiah, takut
tiada akan ada berani segala tuan-tuan itu seperti Muhammad Amir Hamzah pun
padalah maka kita beri Hikayat Hamzah. Maka Tun Indera Sagara pun keluarlah
membawa Hikayat Hamzah, maka segala titah Sultan Ahmad itu semuanya disampaikannya
pada segala anak tuan-tuan itu, maka semuanya diam, tiada menyahut. Maka kata
Tun Isap pada Tun Indera Sagara, persembahkan ke bawah duli yang dipertuan,
seperti Muhammad Hanafiah, patik-patik itu adalah seperti hulubalang berani.
Maka oleh Tun Indera Sagara segala kata Tun Isap itu semuanya dipersembahkannya
kepada Sultan Ahmad, maka baginda pun tersenyum maka titah Sultan Ahmad, benar
katanya itu. Maka dianugerahi pula Hikayat Muhammad Hanafiah.
2.6
Hikayat
Amir Hamzah
Hikayat ini mengisahkan keberanian dan kegagahan
Sayyidina Hamzah yang memimpin tentara Islam melawan tentara kafir Mekkah.
Amir Hamzah adalah salah seorang paman Nabi Muhammad
yang menyiarkan agama Islam di Mekkah dan Madinah. Dalam peperangan melawan
kafir Mekkah di Bukit Uhud (±3 mil utara Madinah), ia tewas. Perang ini disebut
Perang Uhud dan terjadi pada tahun 652 Masehi.
Hikayat Amir Hamzah ada dalam bahasa Indonesia,
Jawa, Sunda, Bugis, Bali, dan Sasak.
Dalam bahasa Jawa terkenal dengan nama Serat Menak
dengan tokohnya yaitu Wong Agung Menak (Amir Hamzah). Namun Hikayat Menak atau
Hikayat Amir Hamzah itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan cerita Menak
Jingga. Karena Menak Jingga adalah Raja Blambangan yang datang melanggar
kerajaan Ratu Kencana Wungu, ratu Majapahit. Akhirnya dengan pertolongan
Dhamarwulan, Raja Blambangan dapat dikalahkan. Peperangan Menak Jingga dengan
Dhamarwulan sangat terkenal di Jawa.
Di Bali dikenal Cerita Malat, khususnya hanya di
Karangasem, melalui wayang sasak. Sementara cerita Amir Hamzah di Jawa dimainkan
dengan media wayang golek.
Asal cerita Amir Hamzah dari Persi, berdasarkan
desertasi Dr. Van Ronkel, “De Roman Van Amir Hamzah”. Kemudian dalam bahasa
Hindustan dan Tamil, Hikayat Amir Hamzah disebut Qissah Amir Hamzah dan dalam
bahasa Turki disebut dengan Hamzah Nameh.
2.7
Hikayat
Raja Khandak
Hikayat ini menceritakan tentang
keberanian dan kegagahan Sayyidina Ali bin Abi Thalib yang merupakan suami dari
Fatimah Azzahra, putri Rasulullah.
Suara Ali seperti halilintar,
pedangnya Zulfakar sangat tajam, dan kudanya Duldul dapat berlari sangat cepat.
Ali merupakan pengikut pertama Nabi
Muhammad disamping Khadijah, istri Nabi. Ia diangkat sebagai khalifah Islam
yang keempat, tetapi tidak diakui oleh Mu’awiah dan pengikut-pengikut Bani
Umayyah. Ali ditikam oleh orang upahan Mu’awiah. Selain berputra Hasan dan
Husain (dari Fatimah), ia juga berputra Muhammad Ali Hanafiah (dari istri yang
lain).
2.8
Hikayat
Muhammad Ali Hanafiah
Hikayat
ini mengisahkan Nur Muhammad; kisah keputeraan dan riwayat hidup Nabi Muhammad;
kisah keluarga nabi; perkawinan Fatimah dengan Ali dan lahirnya Hasan dan
Husain; kisah Rasulullah wafat yang diikuti Fatimah, Abu Bakar, Umar, dan
Usman; Ali menjadi khalifah ditentang Mu’awiah. Ali ditikam, dan menyuruh Hasan
dan Husain untuk membuang pedang Zulfakar. Jenazah Ali dan kudanya gaib.
Selanjutnya
diceritakan kisah Yazid, anak Mu’awiah yang memusuhi Hasan dan Husain. Hasan
diracun, Husain gugur di medan peperangan. Sesudah itu baru diceritakan tentang
M. Ali Hanafiah yang membalas kematian saudara-saudaranya. Kota Damaskus
diserang, Jazid jatuh ke telaga. Zainal Abidil, putra Husain dijadikan raja di
Damaskus.
Akhir
cerita, Ali Hanafiah tertutup di gua batu bukit Jabal Nur, ketika mengejar
pengikut Jazid, walaupun sudah mendengar suara gaib agar tidak melakukan
pembunuhan. Suara itu tidak dihiraukan, akhirnya pintu gua tertutup.
2.9
Hikayat
Iskandar Zulkarnain
Hikayat ini saduran dari cerita
Arab karangan Al-Suri. Disadur dalam berbagai bahasa. Dalam Sejarah Melayu,
tersisip petikan Hikayat Iskandar Zulkarnain yang dihubungkan dengan raja-raja
Melayu bahwa mereka adalah keturunan Sultan Iskandar Zulkarnain.
Menurut sejarah, Iskandar
(Alexander de Great) adalah putra Philip II, Raja Macedonia tahun 356-323 SM.
Ia dikenal sebagai ahli politik yang bijaksana dan panglima andalan. Jasanya
adalah dia membuka bandar pelabuhan Iskandariah di muara Sungai Nil.
Terdapat perbedaan mengenai riwayat
Iskandar Zulkarnain dari segi sejarah dengan hikayat. Sejarah mengungkapkan
bahwa Iskandar adalah putra dari Philip II, Raja Macedonia. Sementara hikayat
menceritakan bahwa Iskandar adalah anak Raja Darab bangsa Rom, anak Gilas, anak
Raja Dawab, bangsa Persi. Dalam Sejarah Melayu: Iskandar mengalahkan Raja Kida
Hindi, menikah dengan Syahrul Bariyah (putri Kida Hindi). Penghulunya Nabi
Khidir atas syariah Nabi Ibrahim dan muncul anak cucunya, yaitu raja-raja
Melayu yang turun di Bukit Siguntang.
2.10
Contoh Sinopsis Karya Sastra Lama “Hikayat Raja
Syaif Zulyazan”
Hikayat Raja Syaif Zulyazan menceritakan Raja Syaif
Zulyazan yang memerintah di Negeri Medinah Ahmarah. Sebenarnya ia adalah putra
Raja Tuba’a Zulyazan dari Yaman dari hasil perkawinannya dengan Komariah,
seorang budak Habsyi. Karena khawatir kerajaannya direbut oleh anaknya,
Komariah membuang Syaif Zulyazan ketika ia masih berumur 40 hari di hutan. Bayi
itu kemudian ditemukan oleh seorang pemburu dan selanjutnya diserahkan kepada
Raja Malikul Afrah, bayi itu kemudian diberi nama Wahsa Alfalah. Semula Wazir
Sakardiwan menasehati Raja Malikul Afrah karena pada pipi kedua bayi itu ada
tanda yang sama, yaitu warna bijau. Akan tetapi RajaMalikul Afrah tidak
bersedia menjalankan saran Wazir Sakardiwan.Ia tetap memelihara kedua anak itu
itu sampai dewasa.
Menjelang dewasa, Wahsa Alfalah dikirimkan oleh Raja
Malikul Afrah berguru ilmu pedang kepada seorang ahli. Kemudian setelah dewasa
Wahsa Alfalah melamar Sitti Syamah. Atas nasehat Wazir Sakardiwan, Wahsa
Alfalah diminta lebih dahulu membinasakan kepala perampok yang bernama Sa’dun
Al Zanji dan mendapat kitab Tarikh Alfalah. Dengan
keberanian dan kesaktiannya, Wahsa Alfalah dapat memenuhi semua persyaratan
itu. Akhirnya Wahsa Alfalah hidup bahagia dan memerintah di Negeri Median
Ahmarah setelah jin Aksah berhasil membunuh Komariah.
Seperti halnya dengan cerita fiksi Islam yang lain,
Hikayat Raja Syaif Zulyazan sarat dengan ajaran hidup. Ajaran hidup yang patut
diteladani itu, antara lain ketika Raja Malikul Afrah dengan penuh
kebijaksanaan tidak menuruti saran Mazir Sakardiwan untuk membunuh kedua bayi
itu, yaitu Wahsa Alfalah dan Sitti Syamah. Sebagai seorang raja, yang dapat
dianggap sebagai kalifatullah di atas bumi ini, Raja Malikul Afrah mencoba
untuk berpikir rasional.
Walaupun pada waktu itu kebiasaan membuang atau membunuh anak lazim
dilakukan oleh raja-raja atau pembesar istana Raja Malikul Afrah tidak
melakukan perbuatan keji itu. Perbuatannya yang bijak ini juga mencerminkan
ketakwaan dan keimanannya kepada Allah SWT.Keputusan yang diambilnya saat itu
tidak salah.Wahsa Alfalah setelah dewasa ternyata menjadi seorang pemuda tampan
yang baik budi, berani, ulet, dan bertanggung jawab. Syarat yang diajukan oleh
Wazir Sakardiwan untuk membunuh kepala perampok Sa’dun al Zanji dan mencuri
Tarikh Alfalah dipenuhinya setelah ia berjuang keras dan menghadapi bahaya yang
menghadangnya.
BAB III
PENUTUP
3.1
Simpulan
Ada
beberapa teori yang diyakini merupakan pembuktian tentang masuknya Islam di
nusantara. Dari berbagai teori tersebut yang paling banyak dikenal oleh
masyarakat sebagai asumsi yang paling tepat dari proses masuknya Islam ke
Indonesia adalah teori Gujarat, yang menyatakan bahwa agama Islam masuk melalui
adanya hubungan dagang dengan Indonesia.
Berbagai
karya sastra lama di Indonesia pada masa itu juga tidak terlalu mendasarkan
pada ciri yang lebih spesifik, karena karya sastra lama Islam yang berkembang
di Indonesia kebanyakan telah mengalami berbagai kombinasi dengan budaya Melayu
serta Hinduisme yang lebih dulu muncul dan menyebar di kalangan masyarakat
Indonesia. Sementara, hasil karya sastra lama itu sendiri ada yan berbentuk
hikayat, ababd, suluk, dan lain-lain.
3.2
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Suryanegara, Mansur. 1998. Menemukan
Sejarah. Bandung: Mizan.
Usan,
Zuber. 1962. Kesusasteraan Lama
Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.
http://koffieenco.blogspot.com
LAMPIRAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar